Imam Anak Kecil dalam Salat Bersama Orang Dewasa
Imam Anak Kecil dalam Salat Bersama Orang Dewasa
Oleh: Dr. Abdul Aziz bin Saad bin Dughaithir
Tanggal: 30 Syawwal 1446 H
Bismillāhir-Raḥmānir-Raḥīm
Segala puji bagi Allah, salawat dan salam tercurah kepada Rasul-Nya yang terpilih, Muhammad bin Abdillah, kepada keluarga, sahabat, dan seluruh pengikutnya. Amma ba'du:
Beberapa hari yang lalu, seorang anak kecil mengimami temannya yang juga anak-anak dalam salat berjamaah secara khusyuk di masjid kami. Kemudian datanglah banyak pria dewasa dan ikut bermakmum di belakang anak tersebut, hingga saf menjadi panjang. Anak kecil itu pun terlihat gugup dan bingung. Seorang pria Pakistan mendekati saya dan berbisik, “Bagaimana mungkin anak kecil menjadi imam? Bagaimana dia bisa memahami hukum thaharah dan sujud sahwi?” Maka saya pun meneliti permasalahan imam anak kecil bagi orang dewasa, dan saya tuliskan ringkasannya berikut ini. Semoga Allah memberikan pertolongan.
Pembahasan Pertama: Ketegasan Imam Ahmad dalam Melarang Anak Kecil Menjadi Imam bagi Orang Dewasa
Imam Ahmad bin Hanbal dikenal sangat tegas dalam masalah ini. Abu Thalib meriwayatkan dari Imam Ahmad bahwa beliau berkata:
لا يصلي بهم حتى يحتلم لا في المكتوبة ولا في التطوع.
“Anak kecil tidak boleh mengimami orang dewasa, baik dalam salat fardu maupun salat sunnah, sampai ia mengalami mimpi basah (balig).”
Ketika ditanya tentang hadits ‘Amr bin Salamah, Imam Ahmad menjawab:
لعله لم يكن يحسن يقرأ غيره.
“Mungkin saat itu tidak ada yang lebih baik bacaannya dari dia.”
(Ibnu Rajab, Fath al-Bari, 6/174)
Abu Abdillah an-Najjād menyebutkan bahwa ketika disebutkan hadits ‘Amr bin Salamah kepada Imam Ahmad, beliau mengatakan:
دعه ليس بشيء فضعفه
“Biarkan hadits itu. Tidak dapat dijadikan hujah.”
(Al-Intishar, 2/459)
Abdullah bin Ahmad juga meriwayatkan:
إذا صلى الغلام الذي لم يدرك؟ قال: يعجبني أن يكون قد بلغ.
“Saya bertanya kepada ayahku, ‘Bolehkah anak yang belum balig mengimami?’ Beliau menjawab: ‘Saya lebih suka jika yang mengimami adalah yang sudah balig.’”
(Masā’il ‘Abdillāh, no. 407)
Dalam riwayat lain:
قلت: في رمضان؟ قال: لا يعجبني إلا من بلغ، والفريضة أشد
“Saya bertanya, ‘Bagaimana jika di bulan Ramadan?’ Beliau menjawab: ‘Saya tidak menyukainya kecuali yang sudah balig. Apalagi untuk salat fardu, itu lebih berat.’”
(Masā’il ‘Abdillāh, no. 394)
Abu Dawud juga meriwayatkan bahwa ia mendengar Imam Ahmad berkata:
لا يؤم الغلام حتى يحتلم. فقيل لأحمد: حديث عمرو بن سلمة؟ قال: لا أدري، أي شيء هذا. وسمعته مرة أخرى وذكر هذا الحديث، فقال: لعله كان في بدء الإسلام
“Anak kecil tidak boleh menjadi imam sampai ia balig.”
Lalu ditanya tentang hadits ‘Amr bin Salamah, ia menjawab:
“Saya tidak tahu, hadits itu bagaimana.”
Kemudian suatu kali disebut lagi hadits itu, beliau berkata:
“Mungkin itu di awal-awal Islam saja.”
(Masā’il Abī Dāwūd, no. 294)
Dalam Masā’il al-Kawsaj (no. 247), ketika Ishaq bin Mansur bertanya kepada Imam Ahmad tentang hal ini, beliau diam. Saat disebutkan hadits tentang ‘Amr bin Salamah, beliau hanya menjawab:
دعه ليس هو شيء بَيِّن
“Tinggalkan hadits itu, tidak jelas hujahnya.”
Pembahasan Kedua: Pendapat Jumhur Ulama tentang Ketidaksahan Anak Kecil Menjadi Imam
Dalam al-Mawsu‘ah al-Fiqhiyyah (6/203–204) disebutkan:
جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ ( الْحَنَفِيَّةُ وَالْمَالِكِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ ) عَلَى أَنَّهُ يُشْتَرَطُ لِصِحَّةِ الإْمَامَةِ فِي صَلاَةِ الْفَرْضِ أَنْ يَكُونَ الإِمَامُ بَالِغًا ، فَلاَ تَصِحُّ إِمَامَةُ مُمَيِّزٍ لِبَالِغٍ فِي فَرْضٍ عِنْدَهُمْ ؛ لأِنّها حَال كَمَالٍ وَالصَّبِيُّ لَيْسَ مِنْ أَهْلِهَا ، وَلأِنَّ الإِمَامَ ضَامِنٌ وَلَيْسَ هُوَ مِنْ أَهْل الضَّمَانِ ، وَلأِنَّهُ لاَ يُؤْمَنُ مَعَهُ الإْخْلاَل بِالْقِرَاءَةِ حَال السِّرِّ . والشافعية الذين انفردوا بإجازة إمامة الصغير بالكبار قالوا: الْبَالِغُ أَوْلَى مِنَ الصَّبِيِّ ، وَإِنْ كَانَ الصَّبِيُّ أَقْرَأَ أَوْ أَفْقَهَ ، لِصِحَّةِ الاِقْتِدَاءِ بِالْبَالِغِ بِالإْجْمَاعِ ، وَلِهَذَا نَصَّ فِي الْبُوَيْطِيِّ عَلَى كَرَاهَةِ الاِقْتِدَاءِ بِالصَّبِيِّ
Mayoritas fuqaha dari kalangan Hanafiyyah, Malikiyyah, dan Hanabilah berpendapat bahwa disyaratkan bagi imam dalam salat fardu untuk balig, sehingga tidak sah seorang anak mumayyiz menjadi imam bagi orang dewasa. Hal ini karena:
• Salat fardu adalah ibadah kesempurnaan, sementara anak kecil belum termasuk golongan yang sempurna tanggung jawabnya.
• Imam menanggung salat makmum (dari segi kesahan), sedangkan anak kecil belum termasuk orang yang layak memikul tanggungan itu.
• Dikhawatirkan terjadi kekurangan atau kesalahan bacaan dalam salat yang dibaca sirr (pelan), karena kemampuannya yang belum sempurna.
Adapun Mazhab Syafi’i yang membolehkan anak kecil mengimami orang dewasa, mereka tetap menyatakan bahwa:
“Balig lebih utama daripada anak kecil, meskipun anak kecil lebih fasih atau lebih faqih. Karena keabsahan bermakmum kepada orang balig adalah ijma’. Oleh karena itu, dalam kitab al-Buwaiti disebutkan bahwa bermakmum kepada anak kecil adalah makruh.”
Pembahasan Ketiga: Dalil-Dalil Jumhur dalam Melarang Anak Kecil Menjadi Imam bagi Orang Dewasa
1. Hadits Imam sebagai Tuntunan:
Nabi ﷺ bersabda:
إنما جُعِلَ الإمامُ ليُؤتمَّ به؛ فلا تختلفوا عليه...
“Sesungguhnya imam dijadikan untuk diikuti; maka janganlah kalian menyelisihinya…”
(HR. Bukhari dan Muslim)
→ Makna: Salat orang dewasa adalah wajib, sedangkan anak kecil tidak terkena kewajiban. Maka terjadi perbedaan taklif yang dilarang.
2. Hadits ‘Ali radhiyallahu ‘anhu:
رفع القلم عن ثلاثة: عن الصبي حتى يبلغ، وعن النائم حتى يستيقظ، وعن المجنون حتى يفيق
“Pena (catatan dosa dan pahala) diangkat dari tiga golongan: dari anak kecil hingga ia balig, dari orang tidur sampai ia bangun, dan dari orang gila hingga ia sadar.”
(HR. Abu Dawud dan an-Nasa’i, sanad sahih)
3. Atsar Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma:
لا يؤم غلام حتى يحتلم
“Tidak boleh anak kecil mengimami orang lain sampai ia balig.”
4. Qiyas (Analogi):
Anak kecil tidak dibebani syariat seperti orang gila, maka tidak layak menjadi imam.
Pembahasan Keempat: Jawaban Jumhur atas Dalil Syafi’iyyah tentang Hadits ‘Amr bin Salamah
Syafi’iyyah berdalil dengan hadits dalam Shahih Bukhari (no. 4302), Abu Dawud (no. 585), dan an-Nasa’i (no. 767):
‘Amr bin Salamah berkata:
لَمَّا رَجَعَ قَوْمِي مِنْ عِنْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا إِنَّهُ قَالَ : لِيَؤُمَّكُمْ أَكْثَرُكُمْ قِرَاءَةً لِلْقُرْآنِ . قَالَ : فَدَعَوْنِي فَعَلَّمُونِي الرُّكُوعَ وَالسُّجُودَ ، فَكُنْتُ أُصَلِّي بِهِمْ
“Ketika kaumku kembali dari Nabi ﷺ, mereka berkata: ‘Beliau bersabda: Hendaknya yang paling banyak bacaan Qur’annya menjadi imam kalian.’ Maka mereka memanggilku dan mengajariku rukuk dan sujud, lalu akulah yang mengimami mereka.”
Jawaban jumhur terhadap hadits ini:
1. Ini adalah peristiwa khusus (kejadian mata) yang tidak bisa dijadikan dasar hukum umum.
2. Terjadi di awal Islam, ketika syariat belum sempurna.
3. Kondisi darurat: kaum tersebut tidak ada yang mampu membaca Al-Fatihah, sehingga anak kecil yang bisa membaca lebih diutamakan. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa umur ‘Amr saat itu baru enam atau tujuh tahun (HR. Bukhari, al-Maghazi/3963).
4. Ibnu Hazm dalam al-Muhalla juga menyatakan bahwa hadits itu ditujukan kepada orang dewasa, bukan anak kecil, karena anak kecil tidak termasuk yang dikenai taklif.
Penutup
Demikianlah penjelasan ringkas mengenai hukum imam anak kecil dalam salat bersama orang dewasa. Pendapat yang lebih kuat adalah tidak sahnya anak kecil menjadi imam bagi orang dewasa dalam salat fardu, berdasarkan pendapat jumhur ulama, baik dari sisi nash maupun qiyas.
Segala puji bagi Allah di awal dan di akhir.
Tim Belajar Syariah
Posting Komentar untuk "Imam Anak Kecil dalam Salat Bersama Orang Dewasa"
Posting Komentar
Santun dalam berkomentar, cermin pribadi anda