Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Tuntunan Zakat Fithri

Tuntunan Zakat Fithri

Zakat adalah salah satu kewajiban dalam Islam. Bahkan ia merupakan salah satu rukun Islam yang terpenting setelah syahadat dan shalat. Al-Qur'an, Hadits dan Ijma' ulama telah menetapkan hukum wajibnya zakat. Berikut ini adalah panduan praktis seputar zakat fithri. Allahul Muwaffiq.

A. Definisi Zakat Fithri

Zakat secara bahasa maknanya berkembang, bertambah, suci, dan berkah. (An-Nihayah fi Gharib al-Hadits 2/307 Ibnu Atsir )
Sedangkan fithri secara bahasa bermakna berbuka. (Mu'jam Maqayis al-Lughah hlm. 820 Ibnu Faris ), Karena itu, bila kedua kata ini digabungkan maka maknanya adalah zakat yang ditunaikan seorang muslim untuk dirinya atau orang lain pada akhir bulan Ramadhan saat orang-orang yang puasa telah berbuka dan selesai dari ibadah puasanya. (Minhatul Allam 4/457 Abdullah bin Shalih al-Fauzan ).
Zakat ini dinamakan sebagai zakat fithri berdasarkan hadits Ibnu Umar yang akan datang. Ia dinamakan juga dengan zakat Ramadhan, sebagaimana haditsnya Abu Hurairah bahwasanya dia berkata:
وَكَلَنِي رَسُولُ اللَّهِ ﷺ بِحِفْظِ زَكَاةِ رَمَضَانَ
"Rasulullah menugasiku menjaga zakat Ramadhan. " (HR. Bukhari No. 2311).
Adapun istilah yang masyhur di masyarakat bahwa zakat ini bernama zakat fithrah tidak bisa disalahkan seratus persen!, karena menurut Imam an-Nawawi kalimat ini adalah istilah yang digunakan oleh para ahli fiqih. Istilah (zakat fithrah) tersebut diambil dari kata fithrah yang bermakna khilqah (ciptaan). Allah berfirman:
فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا
(Tetaplah atas) fithrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fithrah itu. (QS. ar-Rum [30]: 30)
Maksudnya zakat khilqah yaitu zakatnya badan dan jiwa sebagaimana ada istilah zakat harta. Walaupun demikian, kita sepakat bahwa menggunakan lafazh yang dinashkan itu lebih utama. Wallau A'lam.

B. Hukumnya

Zakat fithri hukumnya wajib. Kewajiban ini turun bersamaan dengan kewajiban puasa Ramadhan yaitu pada tahun kedua hijriah. (Al-I’lam Bi Fawa'id Umdah al-Ahkam 5/123 Ibnu Mulaqqin).
Dasar wajibnya zakat fithri adalah hadits Abdullah bin Umar bahwasanya dia berkata:
فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْخَرَّ، وَالذَّكَرِ وَالْأُنْثَى، وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ
"Rasulullah mewajibkan zakat fithri satu sha' dari kurma, atau satu sha' dari gandum bagi budak, orang yang merdeka, laki-laki, wanita, anak kecil, dan orang dewasa dari kaum muslimin." (HR. Bukhari No. 1503, Muslim No. 984).
Imam Ibnul Mundzir berkata: "Para ulama telah sepakat bahwa zakat fithri hukumnya wajib." (Al-Ijma’ hlm. 55 Ibnul Mundzir).

C. Kepada Siapa Diwajibkan?

Zakat fithri diwajibkan atas orang-orang yang memenuhi syarat sebagai berikut:

1. Muslim
Wajib bagi seluruh kaum muslimin-baik yang merdeka, budak, laki-laki, wanita, anak kecil, atau pun orang dewasa untuk menu- naikan zakat fithri. Berdasarkan haditsnya Ibnu Umar di atas. Imam Ibnu Qudamah mengatakan: "Kesimpulannya, bahwa zakat fithri wajib bagi setiap muslim baik anak kecil, dewasa, laki- laki, maupun wanita menurut pendapat mayoritas ahli ilmu. Dan zakat fithri ini juga wajib bagi anak yatim. Hendaknya walinya anak yatim mengeluarkan zakatnya dari harta anak yatim tersebut, dan juga wajib bagi seorang budak." (Al-Mughni 4/283).
Adapun orang kafir tidak wajib bayar zakat fithri dan tidak sah bila membayarnya. Allah berfirman:
وَمَا مَنَعَهُمْ أَنْ تُقْبَلَ مِنْهُمْ نَفَقَاتُهُمْ إِلَّا أَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَبِرَسُولِهِ
Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena mereka kafır ke- pada Allah dan Rasul-Nya. (QS. at-Taubah [9]: 54)
Sebabnya ialah fungsi zakat fithri sebagai pembersih jiwa, dan hal itu tidak pantas bagi orang kafir. (Ta’liq ar-Raudh al-Murbi’ hlm. 164 Abdullah ath-Thayyar dkk).

Adakah zakat fithri bagi janin?
Para ulama madzhab Hanabilah menganjurkan untuk mengelu- arkan zakat fithri bagi janin. Dasarnya adalah sebuah atsar dari Utsman bin Affan bahwasanya beliau mengeluarkan zakat fithri bagi janin. (Al-Mufashshal fi Ahkam al-Mar'ah 1/462 Abdul Karim Zaidan).
Imam Ibnul Mundzir mengatakan: "Para ulama telah sepakat bahwasanya tidak ada kewajiban zakat bagi janin yang masih dalam perut ibunya. Imam Ahmad bin Hanbal ber- sendirian dalam masalah ini dengan menganjurkan zakat bagi janin dan tidak mewajibkannya." (Al-Ijma’ hlm. 50).
Akan tetapi, anjuran mengeluarkan zakat fithri bagi janin ini disyaratkan bila usia janin telah mencapai empat bulan, ketika telah ditiupkan rohnya. (Asy-Syarh al-Mumthi’ 6/161 Ibnu Utsaimin).

2. Mampu dan mempunyai kecukupan

Maksudnya, zakat fithri tidak wajib melainkan bagi orang yang mempunyai kecukupan lebih dari satu sha' untuk hari raya dan malamnya, lebih dari cukup untuk kebutuhan makan pokoknya, makan pokok keluarganya, dan kebutuhan yang asasi lainnya.
Apabila seseorang punya makanan pokok untuk dirinya dan keluarganya untuk hari raya dan malamnya, kemudian makanan itu masih sisa satu sha' maka hendaklah dia mengeluarkan zakat fithrinya. (Asy-Syarh al-Mumthi’ 6/151 Ibnu Utsaimin).
Imam al-Khaththabi mengatakan: "Zakat fithri itu wajib bagi setiap orang yang puasa, orang kaya yang mempunyai keluasan atau orang miskin yang mempunyai kelebihan dari kebutuhan pokoknya, karena penyebab wajibnya zakat fithri adalah untuk member- sihkan jiwa, dan hal ini dibutuhkan oleh setiap orang yang puasa. Apabila mereka semua sama dalam hal ini maka sama pula dalam kewajibannya." (Ma’alim as-Sunan 2/47 al-Khaththabi).

3. Mendapati waktu wajibnya zakat

Yaitu saat tenggelamnya matahari pada malam Idul Fithri, karena zakat fithri disyari'atkan untuk pembersih jiwa orang yang puasa, dan hal tersebut terwujud ketika ibadah puasa telah sempurna, yaitu saat tenggelamnya matahari akhir dari bulan Ramadhan. Itulah pendapat yang dipilih oleh mayoritas ulama. Dasarnya ialah haditsnya Ibnu Umar
فَرَضَ رَسُولُ اللهِ ﷺ زَكَاةَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ
"Rasulullah mewajibkan zakat fithri dari bulan Ramadhan. " (HR. Bukhari No. 1503).
Barang siapa masuk Islam setelah matahari tenggelam, atau menikah atau mendapat anak setelah matahari tenggelam maka tidak wajib membayar zakat fithri, karena tidak mendapati sebab wajibnya zakat fithri tersebut. (Al-Kafi 2/170 Ibnu Qudamah).
Seorang insan wajib mengeluarkan zakat fithri un- tuk dirinya sendiri dan untuk orang-orang yang wajib dia beri nafkah semisal istri dan anak-anaknya dengan syarat bila mereka tidak mampu membayarnya. Apabila mereka mampu membayar sendiri, maka kewajiban tetap pada pundak mere- ka, karena mereka termasuk keumuman hadits Ibnu Umar di atas. (Asy-Syarh al-Mumthi’ 6/155).
Imam Ibnu Hubairah berkata: "Para ulama telah sepa- kat bahwasanya wajib bagi yang terkena seruan perintah zakat fithri untuk membayarnya dengan perbedaan sifat mereka." (Al-Ifshah 1/220 Ibnu Hubairah ).
Beliau juga berkata: "Para ulama telah sepakat bahwasanya wajib bagi anak kecil yang mampu (memiliki harta) untuk membayar zakat fithri. Dan wajib bagi kedua orang tua untuk membayari zakatnya anak-anak mereka yang tidak mampu." (Al-Ifshah 1/221 Ibnu Hubairah)

D. Hikmah dan Manfaat Zakat Fithri

Tidak ragu lagi bahwa menunaikan zakat fithri mengandung hikmah yang sangat banyak. Di antara hikmah yang paling penting dan menonjol adalah:

Pertama: Pembersih dosa orang yang puasa
Karena saat kita puasa mesti ada saja kekurangan, hingga dengan zakat fithri kekurangan tersebut dapat terhapus dan menjadikan puasa kita sempurna.

Kedua: Membantu fakir miskin
Sehingga mereka mendapat kecukupan pada hari raya dan ikut merasakan bahagia, tidak meminta-minta orang lain. Jadilah hari raya adalah hari kebahagiaan bagi semua lapisan masyarakat.

Ketiga: Solidaritas antar kaum muslimin
Karena orang yang mampu akan memberikan hartanya kepada yang tidak mampu. Sehingga rasa peduli dan solidaritas antar sesa- ma kaum muslimin akan terpupuk dan terjalin dengan baik.

Keempat: Mendapat pahala dan ganjaran yang besar Apabila zakat fithri itu diberikan kepada yang berhak dan sesuai waktunya serta ikhlas hanya mengharap wajah Allah semata.

Kelima: Zakat bagi badan
Yaitu manakala Allah memberi nikmat bagi badan dengan tetap sehat dan bertahan hidup selama setahun. Seluruh manusia dalam hal ini sama, kewajiban mereka cukup memberikan satu sha' saja.

Keenam: Sebagai rasa syukur kepada Allah
Dengan nikmat yang Allah berikan kepada seluruh orang yang puasa yaitu berupa kekuatan sehingga dapat menyempurnakan ibadah puasa hingga selesai.
Sungguh Allah mempunyai hikmah yang mendalam, rahasia-rahasia yang mungkin tidak bisa dijangkau oleh akal seluruh manusia. (Irsyad Ulil Albab Li Nailil Fiqh Bi Aqrab at-Thuruq wa Asrar al-Asbab hlm. 134 Abdurrahman as-Sa’di).

E. Waktu Mengeluarkan Zakat Fithri

Menurut pendapat yang terkuat dan berdasarkan dalil-dalil yang shahih, waktu mengeluarkan zakat fithri ada dua:

1. Waktu yang afdhal (lebih utama)
Yaitu sejak malam hari raya hingga sebelum shalat Idul Fithri. Berdasarkan hadits Ibnu Umar dia berkata:
أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ أَمَرَ بِزَكَاةِ الْفِطْرِ قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلَاةِ
"Adalah Nabi memerintahkan agar menunaikan zakat fithri sebelum keluarnya manusia menuju shalat." (HR. Bukhari No. 1503, Muslim No. 984).
Imam Ibnu Tin berkata: "Yaitu sebelum keluarnya manusia menuju shalat 'id dan setelah shalat shubuh." (Fathul Bari 7/145 Ibnu Hajar).

2. Waktu yang boleh

Yaitu satu hari atau dua hari sebelum hari raya. Ibnu Umar berkata:
فَرَضَ النَّبِيُّ ﷺ صَدَقَةَ الْفِطْر... وَكَانُوا يُعْطُونَ قَبْلَ الْفِطْرِ بِيَوْمِ أَوْ يَوْمَيْنِ
"Nabi mewajibkan sedekah fithri... dan mereka para sahabat memberikannya satu hari atau dua hari sebelum hari raya. (HR. Bukhari No. 1511).
Dan tidak boleh mengeluarkan zakat fithri setelah shalat 'id. Barang siapa yang membayar zakat fithri setelah shalat 'id, maka dia berdosa dan tidak diterima zakatnya. (Asy-Syarh al-Mumthi’ 6/172 Ibnu Utsaimin ).
Ibnu Abbas berkata:
فَرَضَ رَسُولُ اللهِ ﷺ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ فَهِيَ زَكَاةً مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ
"Rasulullah mewajibkan zakat fithri sebagai pembersih orang yang puasa dari perbuatan yang sia-sia dan kotor serta memberi makan orang miskin. Barang siapa yang menunai- kannya sebelum shalat, maka itu adalah zakat yang diterima. Dan barang siapa yang menunaikannya setelah shalat maka dia adalah sedekah seperti sedekah-sedekah lainnya." (HR. Abu Dawud No. 1609).
Imam Ibnul Qayyim berkata: "Tuntutan dua hadits ini, bahwasanya tidak boleh mengakhirkan pembayaran zakat fithri setelah shalat 'id. Dan waktunya dianggap habis dengan selesainya shalat 'id. Inilah yang benar, tidak ada yang dapat menentang dua hadits ini, dan tidak ada yang menghapusnya serta tidak ada ijma' yang da- pat menolak pendapat yang didasari dua hadits ini." (Zadul Ma’ad 2/21).
Masalah Badan Pengelola Zakat Terkadang di antara kita ada yang mewakilkan pemberian zakat kepada badan-badan pengelola zakat. Masalahnya, bolehkah menyerahkan zakat fithri kepada badan-badan pengelola zakat yang terkadang memberikannya kepada fakir miskin setelah selesai shalat hari raya Idul Fithri? Jawaban atas masalah ini diperinci sebagai berikut:
Apabila badan pengurus zakat tersebut mewakili pemberi zakat dan penerima zakat, seperti badan-badan resmi yang ditunjuk atau diizinkan pemerintah, maka boleh memberikan zakat kepada mereka meskipun mereka akan memberikannya kepada fakir miskin setelah hari raya.
Apabila badan pengurus hanya mewakili pemberi zakat saja, bukan mewakili penerima zakat, seperti badan-badan yang tidak resmi dari pemerintah atau tidak mendapat izin pemerintah, maka mereka harus memberikan zakat fithri kepada fakir miskin sebelum shalat 'id, dan tidak boleh mewakilkan kepada badan-badan tersebut jika diketahui bahwa mereka memberikannya kepada fakir miskin setelah shalat 'id. (Nawazil Zakat hlm. 512–513 Abdullah bin Manshur al-Ghufaili).

F. Ukuran dan Jenisnya

1. Ukuran zakat fithri

Ukuran zakat fithri adalah satu sha' Rasulullah. Hal ini berdasarkan hadits-hadits yang masyhur dari Rasulullah, di antaranya adalah:
Abu Sa'id al-Khudri berkata:
كُنَّا نُخْرِجُ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ طَعَامٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ أُقِطٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ زَبِيبٍ
"Dahulu kami mengeluarkan zakat fithri satu sha' makanan, atau satu sha' gandum, atau satu sha' kurma, atau satu sha' keju atau satu sha' anggur kering." (HR. Bukhari No. 1506).
Satu sha' adalah empat mud. Satu mud adalah satu cakupan ke- dua tangan laki-laki berperawakan sedang, dalam keadaan jari-jemari tidak menggenggam juga tidak melebar. Maka satu sha' bila ditimbang hasilnya sekitar 2,04 kilogram. (Majalis Syahri Ramadhan hlm. 327 Ibnu Utsaimin).
Lalu bagaimana dengan ukuran beras? Karena ukuran di atas adalah untuk ukuran gandum, maka bagaimanakah jika berupa beras?, ternyata ukuran satu sha' bila dengan beras hasilnya adalah 2,7 kilogram atau 3,5 liter beras sebagaimana Fatwa MUI th 2022. Allahu A'lam.

2. Jenis makanan yang dizakatkan

Adapun jenis yang dikeluarkan untuk zakat fithri adalah sebagaimana tersebut dalam hadits di atas dan seluruh makanan pokok yang umum dimakan oleh manusia dalam negerinya seperti beras.
Penyebutan empat jenis makanan dalam hadits di atas karena memang itulah makanan pokok manusia pada zaman Nabi. Abu Sa'id al-Khudri berkata:
كُنَّا نُخْرِجُ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ يَوْمَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ طَعَامٍ. وَقَالَ أَبُو سَعِيدٍ وَكَانَ طَعَامَنَا الشَّعِيرُ وَالرَّبِيبُ وَالْأَقِطُ وَالتَّمْرُ
"Dahulu kami mengeluarkan zakat fithri pada zaman Nabi satu sha' makanan. Dan makanan kami ketika itu adalah gandum, anggur kering, keju, dan kurma. (HR. Bukhari No. 1510).
Imam Ibnul Qayyim mengatakan: "Dan lima jenis makanan ini adalah makanan pokok umumnya manusia di kota Madinah saat itu, adapun penduduk sebuah negeri, bila makanan pokoknya selain lima jenis di atas, maka yang wajib bagi mereka adalah mengeluarkan satu sha' dari makanan pokok mereka. Apabila makanan pokok mereka seperti susu, daging, ikan maka hendaklah mereka mengeluarkan zakatnya dari makanan pokok tersebut apa pun bentuk- nya. Ini adalah pendapatnya mayoritas ulama dan ini adalah pendapat yang benar, tidak menerima selainnya." (I’lamul Muwaqqi’in 3/12 Ibnul Qayyim).

3. Permasalahan: Zakat fithri dengan uang?

Mayoritas ulama berpendapat bahwa zakat fithri tidak boleh diganti dengan uang. Ini merupakan madzhab Malikiyyah, Syafi'iyyah dan Hanabilah. Adapun madzhab Hanafiyyah membolehkannya. (Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah 23/344).
Pendapat yang membolehkan ini banyak diikuti oleh para penulis, seperti Ahmad al-Ghumari dalam Tahqiqul Amal fi Ikhraj Zakatil Fithri bil Mal, Husain bin Ali ash-Shuda dalam risalahnya Jawaz. Ikhraj Zakatil Fithri Naqdan, dan lain-lain. Namun, pendapat yang kuat adalah pendapat pertama, karena beberapa alasan:
• Dalil-dalil pendapat pertama lebih kuat dibandingkan dalil- dalil pendapat kedua
• Mengeluarkan zakat fithri dengan uang menyelisihi sunnah Rasulullah, karena pada masa beliau mata uang sudah ada, namun tidak dinukil kabar beliau memerintahkan kepada para sahabatnya mengeluarkan zakat fithri dengan dinar atau pun dirham.
• Ibadah ini telah dibatasi dengan tempat, waktu jenis dan ukurannya, maka tidak boleh diselisihi, karena ibadah harus berdasarkan dalil.
• Mengeluarkannya dengan uang berarti mengubah zakat fithri dari suatu syi'ar yang tampak menjadi shadaqah yang tersembunyi.
• Sesuai dengan kaidah bahwa tidak boleh berpindah kepada badal (ganti) melainkan bila aslinya tidak ada. (Ahkam Ma Ba’da ash-Shiyam hlm. 32–33 Muhammad bin Rasyid al-Ghufaili).

G. Yang Berhak Menerima Zakat Fithri

Ulama berselisih pendapat dalam masalah ini menjadi dua pendapat:
Pendapat Pertama: Zakat fithri penyalurannya seperti zakar-zakat yang lain, yaitu kepada delapan golongan yang tersebut dalam ayat:
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وفي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. at-Taubah [9]: 60)
Ayat ini umum mencakup pula zakat fithri. Adapun penyebutan miskin dalam hadits Ibnu Abbas tidak menunjukkan kekhususan untuk mereka saja, sebagaimana dalam hadits yang lain, ketika Rasulullah mengutus Mu'adz bin Jabal untuk mengambil zakat harta, beliau bersabda:
فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةٌ فِي أَمْوَالِهِمْ، تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ وَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ
"Apabila mereka menaatimu, maka kabarkanlah kepada me- reka bahwasanya Allah telah mewajibkan zakat pada harta mereka, zakat itu diambil dari orang kaya di antara mereka dan disalurkan kepada orang fakir di antara mereka." (HR. Bukhari No. 1395, Muslim No. 29).
Berdasarkan hadits ini tidak ada seorang pun yang mengatakan bah- wa zakat harta itu khusus bagi orang fakir saja. (Subulus Salam 4/57 ash-Shan’ani).
Pendapat Kedua: Zakat fithri penyalurannya khusus untuk fakir dan miskin. Karena Ibnu Abbas berkata:
فَرَضَ رَسُولُ اللهِ ﷺ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ
"Rasulullah mewajibkan zakat fithri sebagai pembersih orang yang puasa dari perbuatan sia-sia dan kotor serta memberi makan orang miskin." (HR. Abu Dawud No. 1609, Ibnu Majah No. 1827).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: "Pendapat ini lebih kuat dalilnya." Imam Ibnul Qayyim berkata: "Termasuk petunjuk Nabi dalam zakat fithri adalah pengkhususan orang-orang miskin. Nabi tidak pernah membagikannya kepada delapan golongan, tidak memerintahkan dan tidak pernah dikerjakan oleh seorang sahabat pun dan tidak pernah dikerjakan oleh orang-orang yang datang setelah mereka. Bahkan kami katakan, tidak boleh menyalurkan zakat fithri kecuali kepada orang-orang miskin. Pendapat ini lebih kuat daripada yang mengatakan boleh menyalurkannya kepada delapan golongan." (Zadul Ma’ad 2/21).
Pendapat kedua ini juga dikuatkan oleh para ulama lainnya. Kedua pendapat di atas sebagaimana Anda lihat sangat kuat dalilnya, namun tidak ragu lagi bahwa kaum fakir dan miskin lebih utama untuk diperhatikan.

H. Tempat Penyaluran Zakat Fithri
Zakat fithri hendaklah dikeluarkan ditempat dia tinggal dan menghabiskan puasa Ramadhannya karena ada sebuah kaidah yang disebutkan oleh para ulama bahwa zakat fithri mengikuti badan, sedangkan zakat harta mengikuti harta itu berada. Rasulullah berkata kepada Mu'adz bin Jabal
فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً فِي أَمْوَالِهِمْ ، تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ وَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ
"Maka kabarkanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan zakat yang diambil dari orang kaya di antara mereka dan diberikan kepada orang fakir di antara mereka. " (HR. Bukhari No. 1395, Muslim: No. 19).
Syaikh Abdul Aziz bin Baz berkata: "Yang sunnah adalah membagikan zakat fithri kepada orang-orang fakir di tempat orang yang mengeluarkan zakat dan tidak dipindah ke negeri atau tempat lain, untuk mencukupi kebutuhan orang-orang fakir di daerahnya." (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz 14/213).
Dalam kesempatan yang lain beliau juga berkata: "Maka mengeluarkan zakat di daerahmu yang engkau tinggal di dalamnya adalah lebih utama dan lebih berhati-hati." (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz 14/214).
Boleh bagi beberapa orang yang mengeluarkan zakat fithri untuk memberikannya kepada satu orang miskin saja, demikian pula sebaliknya, boleh bagi satu orang yang memba- yar zakat fithri untuk memberikannya kepada beberapa orang miskin. Karena Nabi hanya menentukan ukuran zakat dan ti- dak menentukan ukuran orang penerima zakat. (Ar-Raudh al-Murbi’ 4/187 al-Buhuthi ), Berdasarkan keumuman ayat:
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir dan orang-orang miskin. (QS.Taubah [9]: 60)
Imam Ibnu Qudamah berkata: "Saya tidak mengetahui adanya perselisihan dalam masalah ini." (Al-Mughni 4/316 Ibnu Qudamah).




Post a Comment for "Tuntunan Zakat Fithri"