Kapan Seseorang Dihukumi Mati Syahid?

Kapan Seseorang Dihukumi Mati Syahid?

Kapan Seseorang Dihukumi Mati Syahid?

(Penjelasan Lengkap Berdasarkan Dalil dan Keterangan Ulama)

Pendahuluan

Setiap Muslim tentu berharap meninggal dalam keadaan husnul khatimah, bahkan lebih dari itu — mati syahid. Sebab, syahid bukan sekadar mati mulia, tetapi juga kehidupan abadi di sisi Allah ﷻ sebagaimana dijanjikan dalam Al-Qur’an. Namun, tidak semua orang yang meninggal disebut syahid dalam hukum syariat. Lalu, kapan seseorang bisa dikatakan mati syahid?

Jenis-Jenis Syahid dalam Islam

Para ulama menjelaskan bahwa syahid terbagi menjadi dua jenis besar:

1. Syahid dunia dan akhirat, yaitu orang yang gugur di medan jihad fi sabilillah dengan ikhlas, menghadapi musuh secara langsung, dan terbunuh dalam keadaan memerangi musuh.
o Mereka tidak dimandikan, tidak dishalatkan, dan dikubur dengan pakaian jihadnya.
2. Syahid akhirat saja, yaitu mereka yang meninggal dalam keadaan tertentu yang ditetapkan oleh Nabi ﷺ sebagai syahid, meski bukan di medan perang.
o Mereka mendapatkan pahala syahid di akhirat, tetapi tetap dimandikan, dikafani, dan dishalatkan di dunia.

Dalil dari Al-Qur’an

Allah ﷻ berfirman:
﴿ وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ ﴾ ﴿ فَرِحِينَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ... ﴾
“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang terbunuh di jalan Allah itu mati; bahkan mereka hidup di sisi Rabb mereka dengan mendapat rezeki. Mereka bergembira dengan karunia yang Allah berikan kepada mereka...” (QS. Āli ‘Imrān: 169–171)

Ayat ini menunjukkan kemuliaan khusus bagi mereka yang gugur di jalan Allah, namun syariat juga memberi perluasan makna syahid kepada sebagian kematian lain yang berat dan menyakitkan.

Hadis-Hadis Tentang Macam-Macam Syahid

Dalam hadis sahih yang disepakati (muttafaq ‘alaih), Rasulullah ﷺ bersabda:
« الشُّهَدَاءُ خَمْسَةٌ: الْمَطْعُونُ، وَالْمَبْطُونُ، وَالْغَرِيقُ، وَصَاحِبُ الْهَدْمِ، وَالشَّهِيدُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ »
“Para syuhada ada lima: orang yang mati karena tha‘un (wabah), yang mati karena penyakit perut, yang tenggelam, yang tertimpa bangunan (runtuhan), dan yang gugur di jalan Allah.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat lain, Rasulullah ﷺ bersabda:
« الشُّهَدَاءُ سَبْعَةٌ سِوَى الْقَتْلِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ: الْمَطْعُونُ شَهِيدٌ، وَالْغَرِيقُ شَهِيدٌ، وَصَاحِبُ ذَاتِ الْجَنْبِ شَهِيدٌ، وَالْمَبْطُونُ شَهِيدٌ، وَالْحَرِقُ شَهِيدٌ، وَالَّذِي يَمُوتُ تَحْتَ الْهَدْمِ شَهِيدٌ، وَالْمَرْأَةُ تَمُوتُ بِجُمْعٍ شَهِيدٌ »
“Para syuhada ada tujuh selain yang terbunuh di jalan Allah: orang yang mati karena wabah, tenggelam, penyakit dada, penyakit perut, terbakar, tertimpa bangunan runtuh, dan wanita yang meninggal saat hamil (dengan kandungannya di dalam perutnya).” (HR. Abu Dawud no. 3111, Ibnu Majah no. 2803, dan Ahmad)

Penjelasan Ulama Tentang Jenis Kematian Ini

Imam an-Nawawi رحمه الله menjelaskan dalam Syarh Shahih Muslim:

“Adapun al-mabthūn (orang yang mati karena penyakit perut), ialah orang yang meninggal karena sakit perut seperti diare. Ada pula yang menafsirkannya sebagai orang yang menderita penyakit perut membesar (busung air), atau siapa saja yang meninggal karena sakit di bagian perutnya secara umum.”

Tentang sabda Nabi ﷺ, “wanita yang mati karena ‘jam‘ (jumm‘)”, beliau berkata:

“Maksudnya adalah wanita yang meninggal dalam keadaan hamil, karena dalam perutnya terdapat sesuatu yang masih terkumpul (yaitu janin). Ada juga yang menafsirkan sebagai wanita yang meninggal dalam keadaan perawan, namun makna pertama lebih kuat sebagaimana dijelaskan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar.”

Jumlah dan Variasi Kematian Syahid

Al-Hafizh Ibn Hajar رحمه الله berkata dalam Fath al-Bārī:

“Sifat-sifat kematian yang tergolong syahid lebih dari tujuh. Dari berbagai jalur riwayat yang baik, terkumpul lebih dari dua puluh macam. Di antaranya: orang yang mati karena gigitan binatang berbisa, yang tersedak, yang dimangsa binatang buas, yang jatuh dari kendaraan, yang muntah di lautan hingga mati, dan yang jatuh dari gunung.”

An-Nawawi menambahkan:

“Para ulama berkata: sebab-sebab kematian ini menjadi syahid karena keras dan beratnya penderitaan saat mati, sehingga Allah ﷻ memberi pahala syahid sebagai bentuk rahmat dan penghapus dosa bagi umat Nabi Muhammad ﷺ.”

Ibn at-Tīn menegaskan (dikutip oleh Ibn Hajar):

“Semua jenis kematian ini termasuk kematian yang menyakitkan, dan Allah menganugerahkan pahala syahid kepada umat Muhammad ﷺ sebagai penebus dosa dan peningkat derajat mereka.”

Tingkatan Syahid Berbeda-Beda

Al-Hafizh Ibn Hajar رحمه الله juga menegaskan:

“Tidak semua jenis syahid memiliki derajat yang sama. Hal ini ditunjukkan oleh hadis Ahmad dan Ibnu Hibban, bahwa Rasulullah ﷺ ketika ditanya:
أيُّ الجهاد أفضل؟
‘Jihad manakah yang paling utama?’

Beliau menjawab:
من عقر جواده وأهريق دمه
‘(Yaitu) yang kudanya terluka dan darahnya tertumpah (di medan jihad).’”

Dari sini dipahami bahwa setiap jenis syahid memiliki tingkatan yang berbeda. “Setiap kematian seorang Muslim bisa menjadi sebab pahala syahid, namun tingkatan dan keutamaannya beragam.”

Syarat-Syarat Meraih Pahala Syahid

Imam as-Subki رحمه الله menjelaskan bahwa syahid memiliki sebab, syarat, dan hasil (akibat):
“Syahid adalah keadaan mulia yang diperoleh seorang hamba ketika mati. Ia memiliki sebab, syarat, dan hasil (ganjaran).”

Beberapa syarat penting untuk mendapatkan pahala syahid antara lain:

1. Ikhlas dan sabar, serta mengharap pahala (iḥtisāb).
2. Tidak memiliki penghalang dosa besar seperti:
o Ghulul (mengambil harta rampasan perang secara curang),
o Utang yang belum dibayar,
o Merampas hak orang lain.
3. Tidak mati dalam keadaan maksiat.
Contohnya:
o Orang yang meninggal karena bangunan roboh saat mencuri tidak disebut syahid,
o Wanita yang meninggal saat melahirkan dari hubungan zina juga tidak dianggap syahid.

Fatwa Ibn Taimiyah رحمه الله

Syaikhul Islam Ibn Taimiyah رحمه الله ditanya tentang orang yang tenggelam di laut karena berdagang, apakah ia mati syahid?
Beliau menjawab:
“Ya, ia mati syahid jika tidak melakukan kemaksiatan dengan menaiki kapal itu.”

Dalam kesempatan lain beliau berkata:
“Jika seseorang menempuh jalan yang berisiko sama antara selamat dan binasa, maka ia wajib menahan diri. Jika ia tetap melakukannya hingga binasa, berarti ia membantu kebinasaan dirinya sendiri, maka tidak disebut syahid.”

Kesimpulan Umum

Dari seluruh dalil dan penjelasan para ulama, dapat disimpulkan:

1. Syahid dunia dan akhirat:
o Terbunuh di medan perang melawan orang kafir, dalam keadaan ikhlas, menghadap musuh, dan tidak lari dari pertempuran.

2. Syahid akhirat:
o Orang yang meninggal karena penyakit berat atau sebab-sebab yang menyakitkan seperti:
 Tha‘un (wabah menular)
 Penyakit perut
 Terbakar
 Tenggelam
 Runtuhan bangunan
 Melahirkan (dalam keadaan hamil)
 Dan berbagai kematian berat lainnya.

3. Yang mati karena maksiat tidak dihitung syahid, walaupun sebab kematiannya mirip (misalnya tertimpa bangunan saat mencuri).

4. Muslim yang wafat karena sakit keras atau kecelakaan berat (seperti kecelakaan mobil, tenggelam, atau kebakaran) — selama ia bertauhid dan tidak dalam maksiat, maka kita berharap ia termasuk orang yang mendapat pahala syahid.

Penutup

Mati syahid adalah kemuliaan besar yang Allah ﷻ anugerahkan kepada sebagian hamba-Nya sebagai bentuk rahmat dan penghapusan dosa.
Kita memohon kepada Allah agar menutup hidup kita dengan husnul khatimah dan menganugerahkan kepada kita mati syahid di jalan yang Dia ridhai.
اللهم ارزقنا شهادة في سبيلك، واجعل خير أعمالنا خواتيمها، وخير أيامنا يوم نلقاك.
Sumber Rujukan:
• Majmū‘ Fatāwā wa Rasā’il Ibn ‘Utsaimīn (25/449–450)
• Ṣaḥīḥ al-Bukhārī dan Ṣaḥīḥ Muslim
• Sunan Abī Dāwūd, Sunan Ibn Mājah, Musnad Aḥmad
• Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim – an-Nawawi
• Fatḥ al-Bārī – Ibn Ḥajar al-‘Asqalānī
• Fatāwā as-Subkī
• Majmū‘ al-Fatāwā – Ibn Taymiyyah

Dr. Sirajul Yani, S.Pd.I, B.Sh, M.H.I 
Founder Ilmu Center Academy dan Web: asy-syariah.com 
Dapatkan Program Belajar Online dan Ebook Berkualitas di: ilmucenteracademy.com

Posting Komentar untuk "Kapan Seseorang Dihukumi Mati Syahid?"

ikut program

ikut program

ikut program