Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sholat Tarawih Di Bulan Ramadhan

Sholat Tarawih Di Bulan Ramadhan

Sebelum kami jelaskan tentang hukum-hukum yang berkaitan dengan sholat tarawih atau qiyamul lail, perlu kita ketahui apa yang dimaksud dengan sholat tarawih, qiyamul lail, tahajjud dan witir.

1. Pengertian Sholat tarawih, Qiyamul Lail dan Tahajjud.

A. Sholat Tarawih
Sholat Tarawih adalah Qiyamul Lail pada bulan ramadhan, yang dilakukan dua reka’at dua reka’at, dengan berbagaimacam perselisihan ulama fiqih yang berkaitan dengan jumlah raka’atnya, dan juga pada masalah-masalah lainnya.

B. Qiyamul Lail
Qiyamul Lail bisa bermakna menghidupkan malam dengan berbagaimacam ibadah, dari sholat, dzikir dan membaca Al-Qur’an, dan menghidupkan malam ini dilakukan setiap malamnya dan dengan berbagaimacam ibadah, bukan hanya dengan sholat, adapun sholat tarawih, bahwasanya sholat tarawih adalah qiyamul lail yang dilakukan hanya pada bulan ramadhan.

C. Tahajjud
Sholat tahajjud, sebagaimana yang dijelaskan oleh Jumhur ulama, adalah sholat sunnah yang dilakukan di malam hari setelah bangun dari tidur di sepertiga malam, yang dilakukan pada semua malam-malam, tidak hanya di malam bulan ramadhan. Adapun perbedaan dengan sholat tarawih, maka sholat tarawih dilakukan di awal malam setelah sholat isya’ dan tidak disyaratkan padanya waktu setelah bangun tidur.
Allah I berfirman:
﴿وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا﴾
“Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji” (QS Al Isra’: 79).
Dan Allah berfirman I berfirman:
﴿يَاأَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ (1) قُمِ اللَّيْلَ إِلَّا قَلِيلًا (2)﴾
“Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya)” (QS Al Muzzammil:1-2).
Dan Allah I juga berfirman:
﴿آخِذِينَ مَا آتَاهُمْ رَبُّهُمْ إِنَّهُمْ كَانُوا قَبْلَ ذَلِكَ مُحْسِنِينَ (16) كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ (17)﴾
"sambil menerima segala pemberian Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan, Di dunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam” (QS Adz Dzariyat: 16-17)
Maka sholat tarawih, para ulama memaknainya dengan qiyamul lail atau sholat malam ataupun tahajjud di bulan ramadhan pada malam-malam bulan ramadhan, apakah dilakukannya di awal malam maupun di akhir malam, sebagaimana yang dijelaskan oleh As Syarbeni dalam kitab Al Iqna’, beliau mengatakan:
صلاة التراويح هي صلاة القيام في رمضان، سميت كل أربع منها ترويحة؛ لأنهم لطول قيامهم كانوا يتروحون عقبها أي يستريحون
“Sholat Tarawih adalah sholat malam yang dilakukan pada bulan ramadhan, dinamakan sholat tarawih karena disetiap empat raka’atnya terdapat istirahat, dikarenakan panjangnya berdiri lalu beristirahat setelah itu”.

2. Keutamaan Qiyamul Lail Bulan Ramadhan

Banyak hadist-hadist yang menjelaskan keutamaan qiyamul lail di bulan ramadhan, diantara adalah:
Hadist Abu Hurairah, radhiallahu’anhu, Rasulullah ` bersabda:
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa menegakkan Ramadlan karena iman dan mengharap pahala, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”.
Dan dalam riwayat yang lain, Rasulullah ` bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ وَقَامَهُ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ، وَمَنْ قَامَ لَيْلَةَ القَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barang siapa yang berpuasa Ramadlan dengan keimanan dan mengharap pahala dari Allah ta'ala niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu, dan barang siapa yang shalat pada malam lailatul qadar niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu (dosa kecil)”.
Dan para ulama ahli fiqih menjelaskan kedudukan sholat tarawih diantara sholat-sholat sunnah lainnya, berkata ulama madzhab imam malik bahwasanya sholat tarawih diantara sholat sunnah yang ditekankan, dan ulama madzhab imam syafi’i mengatakan: bahwa sholat sunnah ada dua bagian, bagian pertama sholat sunnah yang disunnahkan padanya jama’ah dan ini lebih afdhol atau utama dari sholat sunnah yang tidak disunnahkan padanya jama’ah, dan sholat sunnah memiliki beberapa tingkatan, yang paling utama adalah dua sholat ied, kemudian sholat kusuf dan khusuf, kemudian sholat istisqo’ kemudian sholat tarawih. Dan ulama madzhab imam ahmad, mengatakan: sholat sunnah yang paling afdhol atau utama adalah sholat sunnah yang disunnahkan dengan berjama’ah, karena serupa dengan sholat-sholat fardhu, kemudian setelah itu sholat rawatib.

3. Sholat Tarawih lebih afdhol atau utama dilakukan dengan berjama’ah
Sholat tarawih lebih utama dilakukan berjama’ah bersama imam sampai selesai, maka akan dituliskan pahala baginya sholat semalam suntuk, sebagaimana hadist dari Abu Dzar radhiallahu’anhu, beliau berkata:
صُمْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَمَضَانَ، فَلَمْ يَقُمْ بِنَا شَيْئًا مِنَ الشَّهْرِ حَتَّى بَقِيَ سَبْعٌ، فَقَامَ بِنَا حَتَّى ذَهَبَ ثُلُثُ اللَّيْلِ، فَلَمَّا كَانَتِ السَّادِسَةُ لَمْ يَقُمْ بِنَا، فَلَمَّا كَانَتِ الْخَامِسَةُ قَامَ بِنَا حَتَّى ذَهَبَ شَطْرُ اللَّيْلِ، فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، لَوْ نَفَّلْتَنَا قِيَامَ هَذِهِ اللَّيْلَةِ، قَالَ: فَقَالَ: إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا صَلَّى مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ حُسِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ
“Kami pernah berpuasa Ramadhan bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, dan beliau tidak pernah mengerjakan shalat malam bersama kami sedikitpun dalam sebulan sampai berlalu sepertiga malam, setelah malam ke enam (dari akhir bulan) beliau juga tidak mengerjakan shalat malam bersama kami, ketika di hari ke lima (dari akhir bulan), beliau mengerjakan shalat malam bersama kami hingga tengah malam pun berlalu. Maka kataku; "wahai Rasulullah, alangkah baiknya sekiranya anda memperbanyak shalat sunnah (qiyamullail) pada malam hari ini untuk kami!." Abu Dzar berkata; Maka beliau bersabda: "Sesungguhnya apabila seseorang shalat (malam) bersama imam hingga selesai, maka akan di catat baginya seperti bangun (untuk mengerjakan shalat malam) semalam suntuk."”.
Dan Nabi muhammad ` mengerjakan sholat malam atau tarawih dengan para sahabatnya berjama’ah tiga malam berturut-turut, akan tetapi Beliau tidak meneruskannya dengan berjama’ah karena ditakutkannya diwajibkannya atas mereka, sebagaimana hadist dari Aisyah radhiallahu’anha, beliau berkata:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ ذَاتَ لَيْلَةٍ مِنْ جَوْفِ اللَّيْلِ، فَصَلَّى فِي المَسْجِدِ، فَصَلَّى رِجَالٌ بِصَلاَتِهِ، فَأَصْبَحَ النَّاسُ، فَتَحَدَّثُوا، فَاجْتَمَعَ أَكْثَرُ مِنْهُمْ، فَصَلَّوْا مَعَهُ، فَأَصْبَحَ النَّاسُ، فَتَحَدَّثُوا، فَكَثُرَ أَهْلُ المَسْجِدِ مِنَ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ، فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَصَلَّوْا بِصَلاَتِهِ، فَلَمَّا كَانَتِ اللَّيْلَةُ الرَّابِعَةُ عَجَزَ المَسْجِدُ عَنْ أَهْلِهِ حَتَّى خَرَجَ لِصَلاَةِ الصُّبْحِ، فَلَمَّا قَضَى الفَجْرَ أَقْبَلَ عَلَى النَّاسِ، فَتَشَهَّدَ، ثُمَّ قَالَ: أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّهُ لَمْ يَخْفَ عَلَيَّ مَكَانُكُمْ، لَكِنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ، فَتَعْجِزُوا عَنْهَا
“Bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pada suatu malam keluar di tengah malam untuk melaksanakan shalat di masjid, orang-orang kemudian mengikuti beliau dan shalat dibelakangnya. Pada waktu paginya orang-orang membicarakan kejadian tersebut. Kemudian pada malam berikutnya orang-orang yang berkumpul bertambah banyak lalu ikut shalat dengan Beliau. Dan pada waktu paginya orang-orang kembali membicarakan kejadian tersebut. Kemudian pada malam yang ketiga orang-orang yang hadir di masjid semakin bertambah banyak lagi, lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam keluar untuk shalat dan mereka shalat bersama beliau. Kemudian pada malam yang keempat, masjid sudah penuh dengan jama'ah hingga akhirnya beliau keluar hanya untuk shalat Shubuh. Setelah beliau selesai shalat Fajar, beliau menghadap kepada orang banyak membaca syahadat lalu bersabda: "Amma ba'du, sesungguhnya aku bukannya tidak tahu keberadaan kalian (semalam). Akan tetapi aku takut shalat tersebut akan diwajibkan atas kalian, sementara kalian tidak mampu”.
Dan dalam riwayat yang lain, berkata Aisyah radhiallahu’anha:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى ذَاتَ لَيْلَةٍ فِي المَسْجِدِ، فَصَلَّى بِصَلاَتِهِ نَاسٌ، ثُمَّ صَلَّى مِنَ القَابِلَةِ، فَكَثُرَ النَّاسُ، ثُمَّ اجْتَمَعُوا مِنَ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ أَوِ الرَّابِعَةِ، فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَلَمَّا أَصْبَحَ قَالَ: قَدْ رَأَيْتُ الَّذِي صَنَعْتُمْ وَلَمْ يَمْنَعْنِي مِنَ الخُرُوجِ إِلَيْكُمْ إِلَّا أَنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ وَذَلِكَ فِي رَمَضَانَ
“Pada suatu malam Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melaksanakan shalat di masjid, maka orang-oang mengikuti shalat Beliau. Pada malam berikutnya Beliau kembali melaksanakan shalat di masjid dan orang-orang yang mengikuti bertambah banyak. Pada malam ketiga atau keempat, orang-orang banyak sudah berkumpul namun Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak keluar untuk shalat bersama mereka. Ketika pagi harinya, Beliau bersabda: "Sungguh aku mengetahui apa yang kalian lakukan tadi malam dan tidak ada yang menghalangi aku untuk keluar shalat bersama kalian. Hanya saja aku khawatir nanti diwajibkan atas kalian". Kejadian ini di bulan Ramadhan”.

4. Dan disyariatkan bagi wanta untuk ikut sholat tarawih berjama’ah
Ini sebagaimana hadist Abu Dzar radhiallahu’anhu, beliau berkata:
فَلَمَّا كَانَتِ الرَّابِعَةُ لَمْ يَقُمْ، فَلَمَّا كَانَتِ الثَّالِثَةُ جَمَعَ أَهْلَهُ وَنِسَاءَهُ وَالنَّاسَ، فَقَامَ بِنَا حَتَّى خَشِينَا أَنْ يَفُوتَنَا الْفَلَاحُ، قَالَ: قُلْتُ: وَمَا الْفَلَاحُ؟ قَالَ: السُّحُورُ، ثُمَّ لَمْ يَقُمْ بِقِيَّةَ الشَّهْرِ
“Setelah malam ketiga (dari akhir bulan), beliau mengumpulkan keluarganya, isteri-isterinya dan orang-orang, lalu melakukan shalat malam bersama kami, sampai kami khawatir ketinggalah "Al falah." Jabir bertanya; "Apakah al falah itu?" jawabnya; "Waktu sahur, kemudian beliau tidak lagi melakukan shalat malam bersama kami di malam-malam berikutnya dari sebulan itu”.
Dan juga dalam riwayat dari Urwah, beliau berkata:
جَعَلَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابَ لِلنَّاسِ قَارِئِينَ فِي رَمَضَانَ، فَكَانَ أَبِي يُصَلِّي بِالنَّاسِ، وَابْنُ أَبِي حَثْمَةَ يُصَلِّي بِالنِّسَاءِ
“Umar menjadikan untuk manusia dua qori’ pada bulan ramadhan, dan adalah bapakku mengimami yang laki, dan Ibnu Abi Syaibah mengimami yang wanita”.
Dan riwayat dari ‘Arfajah, beliau berkata:
كَانَ عَلِيٌّ، يَأْمُرُ النَّاسَ بِقِيَامِ رَمَضَانَ، وَكَانَ يَجْعَلُ لِلرِّجَالِ إِمَامًا، وَلِلنِّسَاءِ إِمَامًا» قَالَ عَرْفَجَةُ: «فَأَمَرَنِي عَلِيٌّ، فَكُنْتُ إِمَامَ النِّسَاءِ»
“Bahwasanya Ali radhiallahu’anhu memerintahkan manusia untuk melakukan sholat lail atau tarawih, dan beliau menjadikan bagi jama’ah laki-laki seorang imam dan bagi jama’ah perempuan seorang imam”.

5. Dan dibolehkan sholat tarawih tidak berjama’ah
Ini sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi ` dan para sahabatnya, dalam hadist dari Abdurrahman bin Abdil Qory, beliau berkata:
خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، لَيْلَةً فِي رَمَضَانَ إِلَى المَسْجِدِ، فَإِذَا النَّاسُ أَوْزَاعٌ مُتَفَرِّقُونَ، يُصَلِّي الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ، وَيُصَلِّي الرَّجُلُ فَيُصَلِّي بِصَلاَتِهِ الرَّهْطُ، فَقَالَ عُمَرُ: «إِنِّي أَرَى لَوْ جَمَعْتُ هَؤُلاَءِ عَلَى قَارِئٍ وَاحِدٍ، لَكَانَ أَمْثَلَ» ثُمَّ عَزَمَ، فَجَمَعَهُمْ عَلَى أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ، ثُمَّ خَرَجْتُ مَعَهُ لَيْلَةً أُخْرَى، وَالنَّاسُ يُصَلُّونَ بِصَلاَةِ قَارِئِهِمْ، قَالَ عُمَرُ: «نِعْمَ البِدْعَةُ هَذِهِ، وَالَّتِي يَنَامُونَ عَنْهَا أَفْضَلُ مِنَ الَّتِي يَقُومُونَ» يُرِيدُ آخِرَ اللَّيْلِ وَكَانَ النَّاسُ يَقُومُونَ أَوَّلَهُ
“Aku keluar bersama 'Umar bin Al Khaththob radliallahu 'anhu pada malam Ramadhan menuju masjid, ternyata orang-orang shalat berkelompok-kelompok secara terpisah-pisah, ada yang shalat sendiri dan ada seorang yang shalat diikuti oleh ma'mum yang jumlahnya kurang dari sepuluh orang. Maka 'Umar berkata: "Aku pikir seandainya mereka semuanya shalat berjama'ah dengan dipimpin satu orang imam, itu lebih baik". Kemudian Umar memantapkan keinginannya itu lalu mengumpulkan mereka dalam satu jama'ah yang dipimpin oleh Ubbay bin Ka'ab. Kemudian aku keluar lagi bersamanya pada malam yang lain dan ternyata orang-orang shalat dalam satu jama'ah dengan dipimpin seorang imam, lalu 'Umar berkata: "Sebaik-baiknya bid'ah adalah ini. Dan mereka yang tidur terlebih dahulu adalah lebih baik daripada yang shalat awal malam, yang ia maksudkan untuk mendirikan shalat di akhir malam, sedangkan orang-orang secara umum melakukan shalat pada awal malam”.

6. Tidak disyariatkannya adzan untuk sholat tarawih
Para ulama telah sepakat bahwa tidak ada adzan ataupun iqomah, selain sholat-sholat fardhu, sebagaimana yang telah datang keterangannya, bahwa Rasulullah memerintahkan adzan pada sholat lima waktu dan juga jum’at.

7. Waktu sholat tarawih

Waktu sholat tarawih dimulai setelah sholat isya’ sampai waktu terbitnya fajar sebelum witir, dan madzhab abu hanifah dan imam syafi’i mengatakan sunnahnya mengakhirkan sholat tarawih di sepertiga malam, dan madzhab imam ahmad mengatakan bahwa lebih afdhol atau utama sholat tarawih dilakukan pada awal malam sebagaimana yang dilakukan para sahabat bersama Umar radhiallah’anhu, dan juga disunnahkan untuk dilakukannya di akhir malam dan ini termasuk sunnah yang dicintai sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ahmad rahimahullah.

8. Cara melaksanakan sholat tarawih
Sholat tarawih lebih afdhol dilakukan dengan dua reka’at dua reka’at, atau dengan empat raka’at empat raka’at atau delapan sekaligus, lalu dikahiri dengan witir. Ini sebagaimana hadist dari Ibnu Umar radhiallahu’anhuma, beliau berkata:
أَنَّ رَجُلًا، جَاءَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَخْطُبُ، فَقَالَ: كَيْفَ صَلاَةُ اللَّيْلِ؟ فَقَالَ: «مَثْنَى مَثْنَى، فَإِذَا خَشِيتَ الصُّبْحَ فَأَوْتِرْ بِوَاحِدَةٍ، تُوتِرُ لَكَ مَا قَدْ صَلَّيْتَ
“Seorang laki-laki datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam saat beliau sedang berkhuthbah. Katanya, "Bagaimana cara shalat malam?" Beliau menjawab: "Dua rakaat dua rakaat. Apabila dikhawatirkan masuk subuh, maka shalatlah satu rakaat sebagai witir (penutup) bagi shalat yang telah kamu laksanakan sebelumnya”. Dan sebagaimana yang diriwayatkan oleh Aisyah radhiallahu’anha, beliau berkata:
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي فِيمَا بَيْنَ أَنْ يَفْرُغَ مِنْ صَلَاةِ الْعِشَاءِ - وَهِيَ الَّتِي يَدْعُو النَّاسُ الْعَتَمَةَ - إِلَى الْفَجْرِ، إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً، يُسَلِّمُ بَيْنَ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ، وَيُوتِرُ بِوَاحِدَةٍ، فَإِذَا سَكَتَ الْمُؤَذِّنُ مِنْ صَلَاةِ الْفَجْرِ، وَتَبَيَّنَ لَهُ الْفَجْرُ، وَجَاءَهُ الْمُؤَذِّنُ، قَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ، ثُمَّ اضْطَجَعَ عَلَى شِقِّهِ الْأَيْمَنِ، حَتَّى يَأْتِيَهُ الْمُؤَذِّنُ لِلْإِقَامَةِ
“Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah shalat antara habis shalat isya' yang biasa disebut 'atamah hingga waktu fajar. Beliau melakukan sebelas rakaat, setiap dua rakaat beliau salam, dan beliau juga melakukan witir satu rakaat. Jika muadzin shalat fajar telah diam, dan fajar telah jelas, sementara muadzin telah menemui beliau, maka beliau melakukan dua kali raka'at ringan, kemudian beliau berbaring diatas lambung sebelah kanan hingga datang muadzin untuk iqamat”.
Dan dalam riwayat yang lain bahwasanya Aisyah radhiallahu’anha, ditanya oleh Abu Salamah, beliau berkata:
كَيْفَ كَانَتْ صَلاَةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ؟ فَقَالَتْ: «مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلاَ فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّي أَرْبَعًا، فَلاَ تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ، ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا، فَلاَ تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ، ثُمَّ يُصَلِّي ثَلاَثًا» قَالَتْ عَائِشَةُ: فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ: أَتَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ؟ فَقَالَ: «يَا عَائِشَةُ إِنَّ عَيْنَيَّ تَنَامَانِ وَلاَ يَنَامُ قَلْبِي
“Bagaimana cara shalat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di bulan Ramadhan. Maka 'Aisyah radliallahu 'anha menjawab: "Tidaklah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melaksanakan shalat malam di bulan Ramadhan dan di bulan-bulan lainnya lebih dari sebelas raka'at, Beliau shalat empat raka'at, dan jangan kamu tanya tentang bagus dan panjangnya kemudian Beliau shalat empat raka'at lagi dan jangan kamu tanya tentang bagus dan panjangnya kemudian Beliau shalat tiga raka'at". 'Aisyah radliallahu 'anha berkata; Aku bertanya: "Wahai Rasulullah, apakah anda tidur sebelum melaksanakan witir?" Beliau menjawab: "Wahai 'Aisyah, kedua mataku tidur, namun hatiku tidaklah tidur"”.

9. Jumlah raka’at sholat tarawih
Sholat tarawih dilakukan tanpa menentukan atau mengkhususkan dengan beberapa jumlah raka’at, sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi `, Imam As Suyuthi, berkata:
الذي وردت به الأحاديث الصحيحة و الحسان الأمر بقيام رمضان و الترغيب فيه من غير تخصيص بعدد، و إنما صلى ليالي صلاة لم يذكر عددها، ثم تأخر في الليلة الرابعة خشية أن تفرض عليهم فيعجزوا عنها.
“Hadist-hadist shohih yang datang, hanya perintah untuk menegakkan malam dengan qiyamul lail, dan anjuran padanya tanpa ada pengkhususan dengan beberapa jumlah bilangan, akan tetapi, Nabi ` sholat tarawih beberapa malam dan tidak disebutkan jumlah bilangan raka’atnya, kemudian Nabi tidak keluar pada malam ke empat, karena dikhawatirkan akan menjadi fardhu atas mereka, sehingga mereka tidak mampu melakukannya”.
Dalam hadist-hadist yang shohih Nabi ` hanya menganjurkan untuk menghidupkan bulan ramadhan dengan Qiyamul lail, diantaranya dengan sholat tarawih tanpa mengkhususkan dengan bilangan raka’at tertentu dan tidak membatasi juga dengan beberapa raka’at tertentu, karena Nabi ` melaksanakan sholat tarawih hanya tiga malam, kemudian pada malam keempatnya beliau tidak keluar untuk sholat bersama sahabatnya karena ditakutkan sholat tarawih menjadi fardhu, sebagaimana hadist Aisyah yang sudah kami sebutkan di atas.
Adapun apa yang dilakukan oleh Nabi ` sebagaimana yang sudah dijelaskan dalam hadist-hadits di atas, bahwasanya Beliau qiyamul lail atau sholat tarawih dengan 11 raka’at, dan 1 rakaat witir, sebagaimana dalam hadist Aisyah radhiallahu’anha, beliau berkata:
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، كَانَ يُصَلِّي بِاللَّيْلِ إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً، يُوتِرُ مِنْهَا بِوَاحِدَةٍ
“bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah shalat malam sebelas rakaat, beliau akhiri dengan satu rakaat witir”.
Dan dalam hadist yang lain Nabi ` sholat lail dengan 13 atau 8 raka’at kemudian witir, dari Aisyah radhiallahu’anha, beliau berkata:
كَانَ يُصَلِّي ثَلَاثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً، يُصَلِّي ثَمَانَ رَكَعَاتٍ، ثُمَّ يُوتِرُ، ثُمَّ يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ وَهُوَ جَالِسٌ، فَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَرْكَعَ قَامَ فَرَكَعَ، ثُمَّ يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ بَيْنَ النِّدَاءِ وَالْإِقَامَةِ مِنْ صَلَاةِ الصُّبْحِ
“Beliau melakukan shalat tiga belas rakaat, beliau shalat delapan rakaat kemudian witir”.
Dalam hadist-hadist diatas, Nabi ` tidaklah sholat tarawih atau qiyamul lail lebih dari 13 raka’at, adapun hadist yang mengatakan Nabi pernah sholat tarawih 20 raka’at, maka hadistnya maudhu’ (lemah), lafadz hadist tersebut mengatakan:
أَنَّهُ - عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ - كَانَ يُصَلِّي فِي رَمَضَانَ عِشْرِينَ رَكْعَةً سِوَى الْوَتْرِ
“Bahwasanya Rasulullah ` sholat lail pada bulan ramadhan dengan 20 raka’at selain witir”., hadist ini dikatakan oleh Ibnu Humam: Dhoif, karena ada perawi yang bernama Abu Syaibah Ibrahim, telah disepakati oleh para ulama atas dhoifnya perawi tersebut, dan juga hadist tersebut bertentangan dengan apa yang diriwayatkan oleh Aisyah radhiallahu’anha. Beliau berkata:
مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلاَ فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً
“Tidaklah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melaksanakan shalat malam di bulan Ramadhan dan di bulan-bulan lainnya lebih dari sebelas raka'at”.
Akan tetapi sholat tarawih dengan 20 raka’at telah disunnahkan oleh sahabat Umar bin khttab radhiallahu’anhu, sebagaimana yang diceritakan oleh As Saaib bin Yazid, Beliau berkata:
كُنَّا نَقُومُ فِي زَمَانِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ بِعِشْرِينَ رَكْعَةً وَالْوِتْرِ
“Dulu kita melakukan qiyamul lail pada zaman umar bin khattab dengan 20 raka’at dan ditambah witir. Dan Umar radhiallahu’anhu pun pernah sholat tarawih dengan 11 raka’at, sebagaimana yang dikatakan oleh Assaib bin yazid, beliau berkata:
أَمَرَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ أُبَيَّ بْنَ كَعْبٍ وَتَمِيماً الدَّيْرِيَّ أَنْ يَقُومَا لِلنَّاسِ بِإِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً، وَقَدْ كَانَ الْقَارِئُ يَقْرَأُ بِالْمِئِينَ، حَتَّى كُنَّا نَعْتَمِدُ عَلَى الْعِصِيِّ مِنْ طُولِ الْقِيَامِ
“Umar bin Khatthab memerintahkan Ubay bin Ka'ab dan Tamim Ad Dari untuk mengimami orang-orang, dengan sebelas rakaat." As Sa`ib berkata; "Imam membaca dua ratusan ayat, hingga kami bersandar di atas tongkat karena sangat lamanya berdiri. Dan kami tidak keluar melainkan di ambang fajar”.
Maka perkara perbedaan jumlah raka’at tarawih, perkara yang luas dan tidak ada batasan tertentu dalam raka’at tarawih, ada yang menggunakan 11, 13, 21 dan 23 raka’at dengan witir dan bahkan ada yang menggunakan 36 sampai 40 raka’at. sungguh indah kesimpulan yang dikatakan oleh Syakhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah:
لَمْ يُوَقِّتْ النَّبِيُّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - فِيهِ عَدَدًا مُعَيَّنًا؛ بَلْ كَانَ هُوَ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - لَا يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا غَيْرِهِ عَلَى ثَلَاثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً، لَكِنْ كَانَ يُطِيلُ الرَّكَعَاتِ، فَلَمَّا جَمَعَهُمْ عُمَرُ عَلَى أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ كَانَ يُصَلِّي بِهِمْ عِشْرِينَ رَكْعَةً، ثُمَّ يُوتِرُ بِثَلَاثٍ، وَكَانَ يُخِفُّ الْقِرَاءَةَ بِقَدْرِ مَا زَادَ مِنْ الرَّكَعَاتِ، لِأَنَّ ذَلِكَ أَخَفُّ عَلَى الْمَأْمُومِينَ مِنْ تَطْوِيلِ الرَّكْعَةِ الْوَاحِدَةِ، ثُمَّ كَانَ طَائِفَةٌ مِنْ السَّلَفِ يَقُومُونَ بِأَرْبَعِينَ رَكْعَةً، وَيُوتِرُونَ بِثَلَاثٍ وَآخَرُونَ قَامُوا بِسِتٍّ وَثَلَاثِينَ، وَأَوْتَرُوا بِثَلَاثٍ، وَهَذَا كُلُّهُ سَائِغٌ، فَكَيْفَمَا قَامَ فِي رَمَضَانَ مِنْ هَذِهِ الْوُجُوهِ، فَقَدْ أَحْسَنَ. وَالْأَفْضَلُ يُخْتَلَفُ بِاخْتِلَافِ أَحْوَالِ الْمُصَلِّينَ، فَإِنْ كَانَ فِيهِمْ احْتِمَالٌ لِطُولِ الْقِيَامِ، فَالْقِيَامُ بِعَشْرِ رَكَعَاتٍ وَثَلَاثٍ بَعْدَهَا. كَمَا كَانَ النَّبِيُّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - يُصَلِّي لِنَفْسِهِ فِي رَمَضَانَ وَغَيْرِهِ هُوَ الْأَفْضَلُ، وَإِنْ كَانُوا لَا يَحْتَمِلُونَهُ فَالْقِيَامُ بِعِشْرِينَ هُوَ الْأَفْضَلُ، وَهُوَ الَّذِي يَعْمَلُ بِهِ أَكْثَرُ الْمُسْلِمِينَ، فَإِنَّهُ وَسَطٌ بَيْنَ الْعَشْرِ وَبَيْنَ الْأَرْبَعِينَ، وَإِنْ قَامَ بِأَرْبَعِينَ وَغَيْرِهَا جَازَ ذَلِكَ وَلَا يُكْرَهُ شَيْءٌ مِنْ ذَلِكَ. وَقَدْ نَصَّ عَلَى ذَلِكَ غَيْرُ وَاحِدٍ مِنْ الْأَئِمَّةِ كَأَحْمَدَ وَغَيْرِهِ. وَمَنْ ظَنَّ أَنَّ قِيَامَ رَمَضَانَ فِيهِ عَدَدٌ مُوَقَّتٌ عَنْ النَّبِيِّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - لَا يُزَادُ فِيهِ وَلَا يَنْقُصُ مِنْهُ فَقَدْ أَخْطَأَ.
“Nabi ` tidak menentukkan jumlah bilangan sholat tarawih dengan bilangan tertentu, akan tetapi Rasulullah ` sholat tidak lebih dari 13 raka’at, akan tetapi Nabi ` dengan raka’at tersebut memanjangkan raka’atnya, dan tatkala Umar mengumpulkan manusia dan memerintahkan Ubay bin Ka’ab untuk sholat dengan 20 raka’at, kemudian witir dengan 3 raka’at, dan Ubay meringankan bacaannya dengan ukuran raka’atnya yang banyak, karena hal itu akan meringankan kepada makmum berdiri dalam raka’at sholat, kemudian sekelompok orang setelahnya melakukan sholat dengan 40 raka’at dan witir dengan 3 raka’at, dan sebagian mereka ada yang melakukan 36 raka’at dengan witir 3, dan semua ini boleh dilakukan, jumlah raka’at manapun yang dipilih maka ia benar, adapun mana yang lebih afdhol, maka yang lebih afdhol tergantung keadaan orang yang sholat, jika mereka merasa berat dan beban dengan panjangnya berdiri dalam raka’at, maka menggunakan 10 raka’at dengan witir 3 raka’at setelahnya, sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi ` pada bulan ramadhan dan ini yang lebih utama, dan jika para makmum tidak merasa berat dalam sholatnya maka sholat dengan 20 raka’at lebih utama, dan inilah yang dilakukan kebanyakan kaum muslimin, karena pertengahan antara 10 dan 40 raka’at, dan jika dilakukan dengan 40 raka’at maka boleh dan sah dan tidak dibenci, dan sungguh telah datang riwayat dan nash-nash dibolehkannya sebagaimana yang diriwayatkan oleh para imam, diantaranya Imam Ahmad dan lain-lain, dan barangsiapa yang mengira bahwa jumlah raka’at sholat tarawih telah ditentukan oleh Nabi ` dan tidak boleh ditambah dan dikurang maka ia telah jatuh dalam kesalahan”.

10. Cara melakukan witir

Witir lebih utama dilakukan dengan satu raka’at, sebagaimana hadist Aisyah radhiallahu’anhu, beliau berkata:
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي فِيمَا بَيْنَ أَنْ يَفْرُغَ مِنْ صَلَاةِ الْعِشَاءِ - وَهِيَ الَّتِي يَدْعُو النَّاسُ الْعَتَمَةَ - إِلَى الْفَجْرِ، إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً، يُسَلِّمُ بَيْنَ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ، وَيُوتِرُ بِوَاحِدَةٍ
“Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah shalat antara habis shalat isya' yang biasa disebut 'atamah hingga waktu fajar. Beliau melakukan sebelas rakaat, setiap dua rakaat beliau salam, dan beliau juga melakukan witir satu rakaat”.
Dan dibolehkan witir dengan 3 raka’at dan 5 raka’at dan tidak salam kecuali di akhir raka’at, sebagaimana hadist Abu Ayyub radhiallahu’anhu, Rasulullah ` bersabda:
الْوِتْرُ حَقٌّ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ، فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يُوتِرَ بِخَمْسٍ فَلْيَفْعَلْ، وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يُوتِرَ بِثَلَاثٍ فَلْيَفْعَلْ، وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يُوتِرَ بِوَاحِدَةٍ فَلْيَفْعَلْ
“Witir adalah sebuah hak atas setiap muslim, barang siapa yang hendak melakukan witir lima raka'at maka hendaknya ia melakukankannya dan barang siapa yang hendak melakukan witir tiga raka'at maka hendaknya ia melakukannya, dan barang siapa yang hendak melakukan witir satu raka'at maka hendaknya ia melakukannya”.
Dan dalam riwayat yang lain, dari Ibnu Abbas dan Ummu salamah berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُوتِرُ بِسَبْعٍ أَوْ بِخَمْسٍ لَا يَفْصِلُ بَيْنَهُنَّ بِتَسْلِيمٍ
“Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam shalat witir lima rakaat atau tujuh rakaat tanpa memisahkan diantara rakaat-rakaatnya dengan salam”.
Dan tidak dibolehkan duduk ditengah, pada sholat yang raka’atnya 3, sehingga tidak serupa dengan sholat maghrib, ini sebagaimana hadist Abu Hurairah, Nabi ` bersabda:
لَا تَوْتِرُوا بِثَلَاثٍ , وَأَوْتِرُوا بِخَمْسٍ , أَوْ بِسَبْعٍ وَلَا تَشَبَّهُوا بِصَلَاةِ الْمَغْرِبِ
“Janganlah kalian witir dengan 3 raka’at (serupa dengan sholat maghrib), witirlah dengan 5 raka’at atau 7 raka’at, dan jangan menyerupai bentuk sholat maghrib”.
Boleh witir dengan 7, 9, bersambung semua dan tidak duduk kecuali pada raka’at terakhir, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Aisyah radhiallahu’anha, beliau berkata:
كَانَ يُوتِرُ بِثَمَانِ رَكَعَاتٍ لَا يَجْلِسُ إِلَّا فِي الثَّامِنَةِ، ثُمَّ يَقُومُ، فَيُصَلِّي رَكْعَةً أُخْرَى، لَا يَجْلِسُ إِلَّا فِي الثَّامِنَةِ وَالتَّاسِعَةِ، وَلَا يُسَلِّمُ إِلَّا فِي التَّاسِعَةِ، ثُمَّ يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ، وَهُوَ جَالِسٌ، فَتِلْكَ إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يَا بُنَيَّ، فَلَمَّا أَسَنَّ، وَأَخَذَ اللَّحْمَ، أَوْتَرَ بِسَبْعِ رَكَعَاتٍ، لَمْ يَجْلِسْ إِلَّا فِي السَّادِسَةِ وَالسَّابِعَةِ، وَلَمْ يُسَلِّمْ إِلَّا فِي السَّابِعَةِ، ثُمَّ يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ وَهُوَ جَالِسٌ، فَتِلْكَ هِيَ تِسْعُ رَكَعَاتٍ يَا بُنَيَّ
“Beliau biasa mengerjakan shalat witir delapan raka'at, beliau tidak duduk kecuali di raka'at ke delapan, kemudian beliau berdiri dan shalat satu raka'at lagi, sehingga beliau tidak duduk kecuali di raka'at ke delapan dan ke sembilan, dan beliau tidak salam kecuali di raka'at ke sembilan, kemudian beliau mengerjakan shalat dua raka'at dalam keadaan duduk, hingga jumlahnya menjadi sebelas raka'at, wahai anakku, ketika beliau telah tua dan lanjut usia, beliau mengerjakan witir tujuh raka'at, dan beliau tidak duduk kecuali di raka'at ke enam dan ketujuh, beliau tidak salam kecuali di raka'at ke tujuh, setelah itu beliau mengerjakan shalat dua raka'at dalam keadaan duduk, hingga jumlahnya menjadi sembilan raka'at. wahai anakku”.

11. Mengqodho’ sholat lail dan witir

Nabi ` menganjurkan untuk melaksanakan sholat witir sebelum shubuh, sebagaimana hadist dari Abu Said Al Khudri radhiallahu’anhu, Bahwasanya Nabi ` berkata:
أَوْتِرُوا قَبْلَ أَنْ تُصْبِحُوا
“Shalat witirlah kalian sebelum masuk waktu Shubuh”.
Dan barangsiapa yang sudah berniat untuk sholat witir akan tetapi ia ketiduran atau ia terlupakan, maka disyariatkan baginya untuk mengqodho’nya ketika ia bangun atau ketika ia mengingatnya, sebagaimana hadist Abu Said Al Khudri radhiallahu’anhu, Rasulullah ` bersabda:
مَنْ نَامَ عَنِ الوِتْرِ أَوْ نَسِيَهُ فَلْيُصَلِّ إِذَا ذَكَرَ وَإِذَا اسْتَيْقَظَ
“Barang siapa yang tertidur dari (tidak mengerjakan) shalat witir atau lupa, hendaknya ia shalat waktu ia ingat atau disaat ia terbangun”.
Akan tetapi kalau ia sengaja meninggalkan witir sampai habis waktunya, maka ia telah terlewati darinya dan tidak ada qhodo’ atasnya, sebagaimana Rasulullah ` bersabda:
 مَنْ أَدْرَكَ الصُّبْحَ، فَلَمْ يُوتِرْ، فَلَا وِتْرَ لَهُ
“Barangsiapa yang mendapati shubuh, lalu ia belum berwitir (karena sengaja meninggalkannya), maka tidak ada witir baginya:”.
Dan Nabi ` menggantikan sholat malamnya ketika Beliau terhalang melakukannya, apakah karena sakit atau ketiduran, ini sebagaimana hadist Aisyah radhiallahu’anha, berkata:
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا عَمِلَ عَمَلًا أَثْبَتَهُ، وَكَانَ إِذَا نَامَ مِنَ اللَّيْلِ، أَوْ مَرِضَ، صَلَّى مِنَ النَّهَارِ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً
“Jika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melakukan suatu aktivitas, maka beliau berusaha melanggengkannya (menjadikan abadi, rutin), jika beliau ketiduran malam hari atau sakit, maka beliau melaksanakan shalat dua belas raka'at di siang harinya”.

12. Surat yang dibaca ketika witir
Telah datang hadist dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhu, Beliau berkata:
 كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ فِي الوِتْرِ: بِسَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الأَعْلَى، وَقُلْ يَا أَيُّهَا الكَافِرُونَ، وَقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ فِي رَكْعَةٍ رَكْعَةٍ
“adalah Nabi Shallahu 'alaihi wa sallam dalam shalat witirnya membaca SABBIHISMA RABBIKAL A'LA dan QUL YAA AYYUHAL KAAFIRUUN dan QUL HUWALLAHU AHAD dalam setiap raka'atnya”.
Dan dalam riwayat Imam Nasa’i, dari Ubay bin Ka’ab, beliau berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ فِي الْوِتْرِ بِسَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى، وَفِي الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ بِقُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ، وَفِي الثَّالِثَةِ بِقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ، وَلَا يُسَلِّمُ إِلَّا فِي آخِرِهِنَّ، وَيَقُولُ ـ يَعْنِي بَعْدَ التَّسْلِيمِ ـ: «سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ»، ثَلَاثًا
“Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ketika shalat witir membaca surah Al A'Iaa, pada rakaat kedua membaca surah Al Kaafiruun, dan pada rakaat ketiga membaca surah Al Ikhlash. Beliau tidak mengucapkan salam kecuali pada rakaat terakhir. Setelah selesai salam beliau lalu membaca doa: `Subhaanal malikul qudduus' tiga kali."

13. Dan tidak disyariatkan witir dalam satu malam dua kali.
Barangsiapa yang sholat witir di awal malam, kemudian ia ingin melakukan qiyamul lail di akhir malam seperti tahajjud, maka ia sholat malam atau tahajjud tanpa witir, ini sebagaimana hadist dari Qais bin Thalq, berkata:
زَارَنَا طَلْقُ بْنُ عَلِيٍّ فِي يَوْمٍ مِنْ رَمَضَانَ، وَأَمْسَى عِنْدَنَا، وَأَفْطَرَ، ثُمَّ قَامَ بِنَا اللَّيْلَةَ، وَأَوْتَرَ بِنَا، ثُمَّ انْحَدَرَ إِلَى مَسْجِدِهِ، فَصَلَّى بِأَصْحَابِهِ، حَتَّى إِذَا بَقِيَ الْوِتْرُ قَدَّمَ رَجُلًا، فَقَالَ: أَوْتِرْ بِأَصْحَابِكَ، فَإِنِّي سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «لَا وِتْرَانِ فِي لَيْلَةٍ»
“Thalq bin Ali telah mengunjungi Kami pada Bulan Ramadhan hingga sore dan berbuka bersama Kami, kemudian dia melakukan shalat sebagai Imam bagi Kami pada malam itu, dan melakukan witir, kemudian dia turun kemasjidnya dan melaksanakan shalat menjadi imam bagi sahabat-sahabatnya hingga tatkala tinggal shalat witir, ia mempersilahkan seseorang kedepan dan mengatakan kepadanya: shalat witirlah kamu sebagai imam bagi sahabat-sahabatmu, karena aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak ada dua witir dalam semalam!".

14. Bacaan dalam sholat tarawih
Disunnahkan pada setiap ramadhan untuk mengkhatam Al-Quran sekali pada malam sholat tarawih, dengan tujuan agar kaum muslimin mendengarkan firman Allah I, karena pada bulan ini, diturunkannya Al-Qur’an dan Jibril bertadarrus atau mengajarkan Nabi ` Al-Qur’an, sebagaimana hadist pada pembahasan yang lalu.
Akan tetapi yang perlu kita perhatikan, khususnya imam, ia harus membaca bacaan tarawih sesuai dengan keadaan makmum, maka ia membaca suatu bacaan dengan ukuran yang tidak membuat mereka lari dari jama’ah sholat atau tidak mau sholat, karena mementingkan banyaknya jama’ah lebih utama dari memanjangkan bacaan sholat.
Seperti yang diperintahkan oleh Umar pada zamannya, dalam memanjangkan bacaan sholat, dalam sebuah hadist dari Assaahib bin Yazid, beliau berkata:
أَمَرَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ أُبَيَّ بْنَ كَعْبٍ وَتَمِيمًا الدَّارِيَّ أَنْ يَقُومَا لِلنَّاسِ بِإِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً قَالَ: وَقَدْ «كَانَ الْقَارِئُ يَقْرَأُ بِالْمِئِينَ، حَتَّى كُنَّا نَعْتَمِدُ عَلَى الْعِصِيِّ مِنْ طُولِ الْقِيَامِ، وَمَا كُنَّا نَنْصَرِفُ إِلَّا فِي فُرُوعِ الْفَجْرِ»
“Umar bin Khatthab memerintahkan Ubay bin Ka'ab dan Tamim Ad Dari untuk mengimami orang-orang, dengan sebelas rakaat." As Sa`ib berkata; "Imam membaca dua ratusan ayat, hingga kami bersandar di atas tongkat karena sangat lamanya berdiri. Dan kami tidak keluar melainkan di ambang fajar”.
Berkata Imam Al Kasany:
مَا أَمَرَ بِهِ عُمَرُ - رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ - هُوَ مِنْ بَابِ الْفَضِيلَةِ، وَهُوَ أَنْ يَخْتِمَ الْقُرْآنَ أَكْثَرَ مِنْ مَرَّةٍ، وَهَذَا فِي زَمَانِهِمْ، وَأَمَّا فِي زَمَانِنَا فَالأفضَل أَنْ يَقْرَأَ الإْمَامُ عَلَى حَسَبِ حَال الْقَوْمِ، فَيَقْرَأُ قَدْرَ مَا لاَ يُنَفِّرُهُمْ عَنِ الْجَمَاعَةِ؛ لأِنَّ تَكْثِيرَ الْجَمَاعَةِ أَفْضَل مِنْ تَطْوِيل الْقِرَاءَةِ
“Apa-apa yang diperintahkan oleh umar radhiallahu’anhu, adalah termasuk hal yang lebih utama, yaitu (umar memerintahkan) agar mengkhatamkan Al-Qur’an lebih dari sekali (pada sholat tarawih), dan ini pada zamannya, akan tetapi pada zaman kita, maka yang lebih utama, seseorang imam membaca bacaan tarawih sesuai dengan keadaan makmum, maka ia membaca bacaan dengan ukuran orang-orang tidak membuat mereka lari dari jama’ah sholat atau tidak mau sholat, karena banyaknya jama’ah lebih utama dari memanjangkan bacaan sholat”.

15. Qunut pada witir dan doanya
Disunnahkan bagi seseorang untuk qunut pada witir setelah bangkit ruku’ atau sebelum ruku’, dengan mengucapkan doa qunut, sebagaimana dalam hadist Ali radhiallahu’anhu, beliau berkata:
عَلَّمَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَلِمَاتٍ أَقُولُهُنَّ فِي الوِتْرِ: «اللَّهُمَّ اهْدِنِي فِيمَنْ هَدَيْتَ، وَعَافِنِي فِيمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّنِي فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ، وَبَارِكْ لِي فِيمَا أَعْطَيْتَ، وَقِنِي شَرَّ مَا قَضَيْتَ، فَإِنَّكَ تَقْضِي وَلَا يُقْضَى عَلَيْكَ، وَإِنَّهُ لَا يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ، تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ
“Rasulullah Shallahu 'alaihi wa sallam mengajariku beberapa kalimat yang saya ucapkan dalam shalat witir, yaitu ALLAHUMMAHDINI FIIMAN HADAIT, WA'AAFINI FIIMAN 'AFAIT, WATAWALLANII FIIMAN TAWALLAIT, WABAARIK LII FIIMA A'THAIT, WAQINII SYARRAMA QADLAIT, FAINNAKA TAQDLI WALAA YUQDLA 'ALAIK, WAINNAHU LAA YADZILLU MAN WAALAIT, TABAARAKTA RABBANA WATA'AALAIT”.

16. Ucapkan atau doa yang dipanjatkan di akhir witirnya.

Disunnahkan seseorang untuk berdoa ketika sujud pada sholat malamnya, dan pada raka’at terakhir pada witirnya dengan sebuah doa, sebagaimana hadist Ali bin Abi Thalib radhiallahu’anhu, beliau berkata:
أَنَّ رَسُولَ صَلَّى عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ فِي آخِرِ وِتْرِهِ: «اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سُخْطِكَ، وَبِمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوبَتِكَ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْكَ، لَا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ»
“bahwa Rasulullah shallAllahu wa'alaihi wa sallam di akhir shalat witirnya membaca: "ALLAAHUMMA INNII A'UUDZU BIRIDHAAKA MIN SAKHATHIKA WA BIMU'AAFAATIK, MIN 'UQUUBATIK, WA A'UUDZU BIKA MINKA LAA UHSHII TSANAA-AN 'ALAIK, ANTA KAMAA ATSNAITA 'ALAA NAFSIK." (Ya Allah, aku berlindung dengan keridhaanMU dari murkaMu dan kepada ampunanMu dari adzabMu, dan aku berlindung kepadaMu dariMu, aku tidak dapat menghitung pujian kepadaMu, Engkau sebagaimana yang telah Engkau puji diri-Mu)”.
Dan ketika selesai salam, maka disunnahkan untuk membaca:
“سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ”
Dibaca sebanyak tiga kali, dengan memanjangkan pada yang terakhir kalinya, sebagaimana dalam riwayat An Nasa’i .

Link Materi & Refrensi Versi Doc: Lihat




Post a Comment for "Sholat Tarawih Di Bulan Ramadhan"