Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Bentuk Kalimat yang Menunjukkan Hukum Makruh (Ushul Fiqih #20)

Bentuk Kalimat yang Menunjukkan Hukum Makruh

Program Belajar Syariah
Ushul Fiqih #20
Bentuk Kalimat yang Menunjukkan Hukum Makruh
Ustadz Sirajul Yani, M.H.I


بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله و الصلاة والسلام على رسول الله و على اله و اصحابه و من تبعهم بإحسان إلى يوم الدين أما بعد
Ikhwati fillah a'azzaniyallahu wa iyyaakum 

Kita lanjutkan kembali pembahasan berikutnya yaitu bentuk-bentuk kalimat yang menunjukkan Makruh atau redaksi kalimat yang menunjukkan hukum makruh. 

Yang pertama terdapat padanya lafadz "Kariha / كره" /dibenci dan yang semakna dengannya. Contohnya sabda nabi shallallahu alaihi wasallam 

إن الله كره لكم ثلاثا قيل و قال و إضاعة المال و كثرة السؤال
" Allah Membenci untuk kalian 3 hal: orang yang menyampaikan setiap hal yang ia dengar, menyia-nyiakan harta dan banyak bertanya." (HR Bukhari) 

Yang kedua terdapat lafadz larangan, terdapat kalimat larangan di sana, "La taf'al / لا تفعل" (jangan kerjakan) ini jika bergandengan dengan qarinah atau penjelas yang memalingkan hukum haram ini menjadi hukum makruh sebagaimana yang telah kita ketahui bahwasanya jika ada larangan maka jelas ini menunjukkan hukum haram. Tetapi di sini terdapat qarinah atau penjelas yang memalingkan hukum haram tersebut kepada hukum makruh. Misal contohnya firman Allah subhanahu wa ta'ala : 
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ
" Wahai orang-orang yang beriman janganlah kamu menanyakan kepada nabimu hal-hal yang jika diterangkan kepadamu justru menyusahkan kamu" (QS Al-Maidah ayat 101). 

Larangan bertanya dalam ayat ini menunjukkan hukum makruh bukan hukum haram, karna terdapat qarinah atau ayat lain yang menjelaskan atau yang memalingkan hukum haram tersebut kepada hukum makruh yaitu firman Allah subhanahu wa ta'ala pada ayat terakhir, ayat bagian akhir yang telah kita sebutkan. Allah berfirman : 
وَإِنْ تَسْأَلُوا عَنْهَا حِينَ يُنَزَّلُ الْقُرْآنُ تُبْدَ لَكُمْ عَفَا اللَّهُ عَنْهَا وَاللَّهُ غَفُورٌ حَلِيمٌ
" Jika kamu menanyakannya ketika al-Qur'an sedang diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu. Allah telah memaafkan kamu tentang hal itu dan Allah Maha Pengampun dan Maha Penyantun" 

Kemudian yang berikutnya, yang ketiga terdapat penyebutan ganjaran atau pahala bagi siapa yang meninggalkan suatu perbuatan dan tidak ada dalil yang menunjukkan haramnya perbuatan haram tersebut. Misal contohnya sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam : 
أَنا زَعِيمٌ ببَيتٍ في ربَضِ الجنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ المِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا، وَببيتٍ في وَسَطِ الجنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الكَذِبَ وإِن كَانَ مازِحًا، وَببيتٍ في أعلَى الجَنَّةِ لِمَن حَسُنَ خُلُقُهُ
" Aku menjamin rumah di tepi surga bagi seseorang yang meninggalkan perdebatan meskipun ia benar. Aku juga menjamin rumah di tengah surga bagi seseorang yang meninggalkan kedustaan meskipun bersifat gurau dan aku juga menjamin rumah di surga yang paling tinggi bagi orang yang berakhlak mulia" 

Kemudian yang keempat, Nabi shallallahu alaihi wasallam meninggalkan perbuatan tersebut karna tidak menyukainya dan tidak ada dalil yang menunjukkan bahwasanya perbuatan tersebut haram. Contohnya sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam : 
لا آكل متكئا
" Aku tidaklah makan sambil bersandar" (HR Bukhari) 

Jadi makan dengan bersandar maka ini termasuk hal-hal yang dimakruhkan. Dan para ulama terdahulu memaknai hukum makruh sama dengan hukum haram. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Malik, al-Imam asy-Syafi'i dan al-Imam Ahmad. Mereka semua memaknai dan menyamakan hukum makruh dengan hukum haram. 

Dan al-Imam Abu Hanifah dan madzhabnya al-hanafiyyah dan pengikutnya al-hanafiyyah membagi hukum makruh menjadi 2 macam ,yang pertama al-makruhu karahatat tahrim, makruh yang semakna dengan haram yaitu apa-apa yang dilarang oleh syariat untuk mengerjakannya dengan larangan yang kuat dengan dalil dzanni yaitu berdasarkan dalil yang tidak mutawatir yaitu hadis ahad seperti hukum memakai emas bagi laki-laki, mengkhitbah diatas khitbah saudaranya dan lain sebagainya. Dan ini lebih dekat dengan haram dan al-Jumhur/mayoritas ulama menamai hukum ini dengan hukum haram walaupun di kalangan ulama Hanafiyah makruh tahrim. 

Kemudian yang kedua yang di bagi oleh kalangan al-hanafiyyah, makruh karahatut tanzil, makruh yang bermakna dibenci, yaitu apa-apa yang dilarang oleh syariat untuk mengerjakannya dengan larangan tidak kuat, dan ini menurut mereka lebih dekat dengan boleh atau halal dan al-Jumhur/mayoritas para ulama menamai hukum ini dengan makruh. 

Waallahu ta'ala a'lam, semoga bisa difahami. 

و صلى الله على نبينا محمد و اخر دعوانا عن الحمدلله رب العالمين

Soal Evauasi:sebutkan dengan ringkas bentuk kalimat yang menunjukkan hukum makruh!

NB:Dilarang mengubah audio dan isi materi atau memindahkannya tanpa mencantumkan sumber.

Post a Comment for "Bentuk Kalimat yang Menunjukkan Hukum Makruh (Ushul Fiqih #20)"