Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

TUNTUNAN TAKBIR MUQOYYAD DI BULAN DZULHIJJAH

TUNTUNAN TAKBIR MUQOYYAD DI BULAN DZULHIJJAH

TUNTUNAN TAKBIR MUQOYYAD DI BULAN DZULHIJJAH

MAKNA TAKBIR MUQOYYAD

Takbir Muqoyyad artinya takbir yang waktunya ditentukan, yaitu setiap bakda sholat wajib mulai bakda Subuh tanggal 9 Dzulhijjah sampai bakda Ashar tanggal 13 Dzulhijjah.

TAKBIR MUQOYYAD BAKDA SALAM LANGSUNG ATAU BAKDA DZIKIR?

Syaikh Muhammad bin Sholih Al-‘Utsaimin rohimahulloh (wafat th. 1421 H) berkata:
وَاخْتُلِفَ فِي مَحَلِّ هَذَا التَّكْبِيرِ الْمُقَيَّدِ، هَلْ هُوَ قَبْلَ الِاسْتِغْفَارِ وَقَبْلَ «اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ»، أَمْ بَعْدَهُمَا؟ • قَالَ بَعْضُ الْعُلَمَاءِ: يَكُونُ قَبْلَ الِاسْتِغْفَارِ وَقَبْلَ «اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ»، فَإِذَا سَلَّمَ الْإِمَامُ وَانْصَرَفَ، كَبَّرَ رَافِعًا صَوْتَهُ حَسَبَ مَا سَيَذْكُرُ الْمُؤَلِّفُ، ثُمَّ يَسْتَغْفِرُ وَيَقُولُ: «اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ». • وَالصَّحِيحُ أَنَّ الِاسْتِغْفَارَ، وَقَوْلَ: «اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ» مُقَدَّمٌ؛ لِأَنَّ الِاسْتِغْفَارَ وَقَوْلَ: «اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ» أَلْصَقُ بِالصَّلَاةِ مِنَ التَّكْبِيرِ، فَإِنَّ الِاسْتِغْفَارَ يُسُنُّ عَقِيبَ الصَّلَاةِ مُبَاشَرَةً؛ لِأَنَّ الْمُصَلِّيَ لَا يَتَحَقَّقُ أَنَّهُ أَتْقَنَ الصَّلَاةَ، بَلْ لَا بُدَّ مِنْ خَلَلٍ، وَلَا سِيَّمَا فِي عَصْرِنَا هَذَا
“Ada perbedaan pendapat tentang tempat takbir muqoyyad ini, apakah sebelum istighfar dan sebelum "Allahumma antassalaam wa mingkassalaam" atau setelahnya?

• Sebagian ulama berkata: Letaknya sebelum istighfar dan sebelum "Allahumma antassalaam wa mingkassalaam".

Jika imam telah mengucapkan salam dan berbalik (meninggalkan shalat), lalu bertakbir dengan mengeraskan suara sesuai dengan apa yang akan disebutkan penulis (kitab Zadul Mustaqni’), kemudian beristighfar dan mengucapkan "Allahumma antassalaam wa mingkassalaam".

• Pendapat yang benar adalah mendahulukan istighfar dan ucapan "Allahumma antassalaam" (dari takbir). Karena istighfar dan ucapan "Allahumma antassalaam" lebih dekat dengan shalat daripada takbir. Sesungguhnya beristighfar itu disunnahkan setelah shalat secara langsung, karena orang yang shalat tidak merasa yakin telah menyempurnakan shalatnya, bahkan pasti ada kekurangan, terlebih lagi di zaman kita sekarang ini”. (Asy-Syarhul Mumti’ ‘ala Zadul Mustaqni’, 5/163)

DALIL TAKBIR MUQOYYAD

HADITS JABIR, LEMAH
عَنْ جَابِرٍ قَالَ: " كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُكَبِّرُ يَوْمَ عَرَفَةَ صَلَاةَ الْغَدَاةِ إِلَى صَلَاةِ الْعَصْرِ آخِرَ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ ".
Dari Jabir, dia berkata: “Rosululloh sholallohu ‘alaihi wa sallam dahulu biasa bertakbir mulai pada hari Arofah (tanggal 9 Dzulhijjah) bakda shalat shubuh sampai sholat Ashar pada akhir hari-hari tasyriq (tanggal 13 Dzulhijjah)”. (HR. Al-Baihaqi di dalam As-Sunan Al-Kubro, no. 6278)

Setelah imam Al-Baihaqi meriwayatkan hadits ini, beliau berkata: “’Amr bin Syamir dan Jabir Al-Ju’fiy (dua perowi di dalam sanad hadits ini) tidak dijadikan hujjah”. Syaikh Al Albani di dalam Irwaul Gholil, no. 653 juga menyatakan bahwa hadits sangat lemah.

Maka hadits ini tidak bisa menjadi dalil amalan ini. Namun dalil amalan ini adalah perbuatan para sahabat, sebagaimana riwayat-riwayat berikutnya. Apalagi ada riwayat dari Umar bin Al-Khoththob dan Ali bin Abi Tholib, rodhiyallohu ‘anhuma, yang keduanya termasuk Khulafaur Rosyidin, sedangkan Nabi sholallohu ‘alaihi was sallam memerintahkan agar kaum muslimin mengikuti sunnah (petunjuk) Khulafaur Rosyidin.

DALIL ATSAR (RIWAYAT) SAHABAT

1- Atsar Umar bin Khattab
عَنْ عُمَرَ « أَنَّهُ كَانَ يُكَبِّرُ مِنْ صَلَاةِ الْغَدَاةِ يَوْمَ عَرَفَةَ، إِلَى صَلَاةِ الظُّهْرِ مِنْ آخِرِ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ »
Dari Umar radhiyallahu ‘anhu, bahwa beliau dulu bertakbir mulai (bakda) shalat shubuh pada hari Arofah (tanggal 9 Dzulhijjah) sampai sholat Zhuhur pada akhir hari-hari tasyriq (tanggal 13 Dzulhijjah). (HR. Ibnu Abi Syaibah, no. 5635; Al-Baihaqi di dalam As-Sunan Al-Kubro, no. 6273)

2- Atsar Ali bin Abi Thalib
عَنْ عَلِيٍّ « أَنَّهُ كَانَ يُكَبِّرُ بَعْدَ صَلَاةِ الْفَجْرِ يَوْمَ عَرَفَةَ، إِلَى صَلَاةِ الْعَصْرِ مِنْ آخِرِ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ، وَيُكَبِّرُ بَعْدَ الْعَصْرِ»
Dari Ali (bin Abi Thalib) radhiyallahu ‘anhu, bahwa beliau biasa bertakbir setelah shalat shubuh pada hari Arofah (tanggal 9 Dzulhijjah) sampai ashar pada akhir hari-hari tasyriq (tanggal 13 Dzulhijjah). Beliau juga bertakbir setelah ashar. (HR. Ibnu Abi Syaibah, no. 5631, 5632; Al Baihaqi, no. 6275. Al-Albani mengatakan di dalam Irwaul Gholil, 3/125, no. 654: “Shahih dari Ali radhiyallahu ‘anhu”)

3- Atsar Ibnu Mas’ud
عَنِ الْأَسْوَدِ، قَالَ: كَانَ عَبْدُ اللَّهِ، يُكَبِّرُ مِنْ صَلَاةِ الْفَجْرِ يَوْمَ عَرَفَةَ، إِلَى صَلَاةِ الْعَصْرِ مِنَ النَّحْرِ
Dari Al-Aswad, dia berkata: Abdulloh (bin Mas’ud) radhiyallahu ‘anhu biasa bertakbir setelah shalat shubuh hari ‘Arofah (9 Dzulhijjah) sampai hari qurban (10 Dzulhijjah). (HR. Ibnu Abi Syaibah, no. 5633; dishahihkan An Nawawi dalam Al Majmu’ dan Syaikh Al-Albani di dalam Irwaul Gholil, no. 654)

Di dalam riwayat lain disebutkan:
عَنْ عُمَيْرِ بْنِ سَعِيدٍ، قَالَ: « قَدِمَ عَلَيْنَا ابْنُ مَسْعُودٍ فَكَانَ يُكَبِّرُ مِنْ صَلَاةِ الصُّبْحِ يَوْمَ عَرَفَةَ إِلَى صَلَاةِ الْعَصْرِ مِنْ آخِرِ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ»
Dari ‘Umair bin Sa’id, dia berkata: “Ibnu Mas’ud datang kepada kami, beliau biasa bertakbir setelah shalat shubuh pada hari ‘Arofah (tanggal 9 Dzulhijjah) sampai sholat ashar akhir hari-hari tasyriq (tanggal 13 Dzulhijjah)”. (HR. Al Hakim, no. 1115)

4- Atsar Ibnu Abbas
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ " أَنَّهُ كَانَ يُكَبِّرُ مِنْ غَدَاةِ عَرَفَةَ إِلَى صَلَاةِ الْعَصْرِ مِنْ آخِرِ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ ".
Dari Ibn Abbas radhiyallahu ‘anhu, bahwa beliau bertakbir setelah shalat shubuh pada hari ‘Arofah (tanggal 9 Dzulhijjah) sampai sholat ashar akhir hari-hari tasyriq (tanggal 13 Dzulhijjah)”. (HR Al-Baihaqi di dalam As-Sunan Al-Kubro, no. 6276, 6277. Syaikh Al Albani mengatakan di dalam Irwaul Gholil, no. 654: Sanadnya shahih)

5- Atsar Al-Auza’iy Imam Abu ‘Amr Abdurrohman bin ‘Amr Al-Auzaa’iy rohimahulloh (wafat th. 157 H) berkata:
« يُكَبَّرُ مِنْ غَدَاةِ عَرَفَةَ إِلَى آخِرِ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ كَمَا كَبَّرَ عَلِيٌّ وَعَبْدُ اللَّهِ »
Dilakukan takbir semenjak shalat shubuh pada hari ‘Arofah (tanggal 9 Dzulhijjah) sampai akhir hari-hari tasyriq (tanggal 13 Dzulhijjah). Sebagaimana dilakukan takbir oleh Ali (bin Abi Tholib) dan Abdulloh (bin Mas’ud)”. (HR. Al Hakim, no. 1116)
BAYAN AN-NAWAWI (wafat th. 676 H) Imam An-Nawawi rohimahulloh berkata:
أَنَّ التَّكْبِيرَ الْمُطْلَقَ وَالْمُقَيَّدَ كِلَاهُمَا مَشْرُوعٌ فِي الْأَضْحَى وَهَذَا لَا خِلَافَ فِيهِ بَلْ كُلُّ الْأَصْحَابِ مُصَرِّحُونَ بِاسْتِحْبَابِهِمَا
Takbir mutlaq dan takbir muqoyyad keduanya disyari’atkan di waktu ‘idul adh-ha, dan ini tidak ada perselisihan padanya. Bahkan semua sahabat kami (ulama Syafi’iyyah) menyatakan dengan terang, keduanya mustahab (sunnah)”. (Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, 5/41)

BAYAN SYAIKHUL ISLAM (wafat th 728 H) Sesungguhnya terjadi perbedaan pendapat ulama tentang waktu takbir muqoyyad, tetapi pendapat mayoritas ulama adalah mulai bakda subuh tgl 9 Dzulhijjah sampai bakda ashar tgl 13 Dzulhijjah. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan:
الْحَمْدُ لِلَّهِ، أَصَحُّ الْأَقْوَالِ فِي التَّكْبِيرِ الَّذِي عَلَيْهِ جُمْهُورُ السَّلَفِ وَالْفُقَهَاءِ مِنْ الصَّحَابَةِ وَالْأَئِمَّةِ: أَنْ يُكَبِّرَ مِنْ فَجْرِ يَوْمِ عَرَفَةَ إلَى آخِرِ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ عَقِبَ كُلِّ صَلَاةٍ وَيَشْرَعُ لِكُلِّ أَحَدٍ أَنْ يَجْهَرَ بِالتَّكْبِيرِ عِنْدَ الْخُرُوجِ إلَى الْعِيدِ. وَهَذَا بِاتِّفَاقِ الْأَئِمَّةِ الْأَرْبَعَةِ.
“Segala puji milik Alloh. Pendapat yang paling tepat tentang (waktu) takbir (muqoyyad) yang menjadi pendapat jumhur (kebanyakan) Salaf (ulama zaman dahulu) dan Fuqoha (para ahli hukum Islam) dari kalangan sahabat dan ulama, adalah: Bertakbir dari (selesai sholat) fajar (subuh) pada hari Arafah hingga hari tasyrik terakhir setiap bakda shalat (wajib). Dan disyari’atkan bagi setiap orang mengeraskan takbir ketika keluar (rumah) menuju (sholat) ‘ied. Ini dengan kesepakatan Para Imam Empat”. (Majmu’ Al-Fatawa, 24/220)

BAYAN IBNU HAJAR AL-‘ASQOLANIY (wafat th. 852 H) Al-Hafizh Ibnu Hajar rohimahulloh berkata:
وَلَمْ يَثْبُتْ فِي شَيْءٍ مِنْ ذَلِكَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَدِيثٌ وَأَصَحُّ مَا وَرَدَ فِيهِ عَنِ الصَّحَابَةِ قَوْلُ عَلِىٍّ وَبْنِ مَسْعُوْدٍ إِنَّهُ مِنْ صُبْحِ يَوْمِ عَرَفَةَ إِلَى آخِرِ أَيَّامِ مِنَى
“Dan tidak ada hadits yang shahih (terbukti otentik) dari Nabi Muhammad sholallohu ‘alaihi wa sallam mengenai hal tersebut (waktu takbir muqoyyad).

Dan riwayat yang paling shahih mengenai hal ini dari para sahabat adalah perkataan Ali dan Ibnu Mas'ud, bahwa itu (takbir muqoyyad) dimulai dari pagi hari Arafah hingga akhir hari-hari Mina." (Fath al-Bari, 2/462)

WANITA JUGA BERTAKBIR

Bertakbir bukan hanya bagi laki-laki, namun juga disyari’atkan bagi wanita. Di dalam sebuah hadits disebutkan:
عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ، قَالَتْ: «كُنَّا نُؤْمَرُ أَنْ نَخْرُجَ يَوْمَ العِيدِ حَتَّى نُخْرِجَ البِكْرَ مِنْ خِدْرِهَا، حَتَّى نُخْرِجَ الحُيَّضَ، فَيَكُنَّ خَلْفَ النَّاسِ، فَيُكَبِّرْنَ بِتَكْبِيرِهِمْ، وَيَدْعُونَ بِدُعَائِهِمْ يَرْجُونَ بَرَكَةَ ذَلِكَ اليَوْمِ وَطُهْرَتَهُ »
Dari Ummu 'Athiyyah dia berkata: “Kami diperintahkan untuk mengajak gadis-gadis remaja dari dalam rumahnya dan wanita yang sedang haid keluar pada hari raya. Para wanita berada di belakang orang-orang (laki-laki), lalu ikut bertakbir seperti takbir mereka, serta berdoa seperti doa mereka, dengan harapan mendapat keberkahan dan kesucian di hari itu”. (HR. Al-Bukhori, no. 971)

Imam Al Bukhari (wafat th. 256 H) mengatakan:
وَكَانَتْ مَيْمُونَةُ: « تُكَبِّرُ يَوْمَ النَّحْرِ » « وَكُنَّ النِّسَاءُ يُكَبِّرْنَ خَلْفَ أَبَانَ بْنِ عُثْمَانَ، وَعُمَرَ بْنِ عَبْدِ العَزِيزِ لَيَالِيَ التَّشْرِيقِ مَعَ الرِّجَالِ فِي المَسْجِدِ »
“Dahulu Maimunah (istri Nabi sholallohu ‘alaihi wa sallam) bertakbir pada hari raya qurban. “Dan para wanita bertakbir di belakang Aban bin Utsman dan Umar bin Abdul Aziz pada malam-malam Tasyriq (yaitu tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah) bersama dengan laki-laki di dalam masjid”. (Shohih Al-Bukhori, 2/20)

Ini menunjukkan bahwa para wanita juga bertakbir seperti takbir laki-laki, namun dengan tetap memperhatikan adab dan aturan syariat. Seperti tidak meninggikan suara, dan lainnya.

Imam Malik (wafat th. 179 H) mengatakan:
وَالتَّكْبِيرُ فِي أَيَّامِ التَّشْرِيقِ عَلَى الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ
“Bertakbir di hari-hari tasyriiq bagi laki-laki dan wanita”. (Muwatho’ Malik, 3/593, tahqiq Al-A’zhomiy)

Imam An-Nawawi (wafat th. 676 H) berkata:
فِي مَذَاهِبِهِمْ فِي تَكْبِيرِ النِّسَاءِ فِي هَذِهِ الْأَيَّامِ خَلْفَ الصَّلَوَاتِ • مَذْهَبُنَا اسْتِحْبَابُهُ لَهُنَّ وَحَكَاهُ ابْنُ الْمُنْذِرِ عَنْ مَالِكٍ وَأَبِي يُوسُفَ وَمُحَمَّدٍ وَأَبِي ثَوْرٍ • وَعَنْ الثَّوْرِيِّ وَأَبِي حَنِيفَةَ لَا يُكَبِّرْنَ وَاسْتَحْسَنَهُ أَحْمَدُ
“Dalam madzhab-madzhab mereka (ulama) tentang takbir wanita pada hari-hari itu (hari Tasyriq) setelah shalat:

• Madzhab kami (Syafi'i) memandang disukai bagi mereka (wanita bertakbir), dan hal ini juga diriwayatkan dari Malik, Abu Yusuf, Muhammad, dan Abu Tsaur.

• Sedangkan dari Tsauri dan Abu Hanifah (berpendapat) mereka (wanita) tidak bertakbir, dan pendapat ini dianggap baik oleh Ahmad (bin Hanbal)”. (Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, 5/40)

LAFAZH TAKBIR ‘IDUL FITHRI DAN ‘IDUL ADH-HA

Tidak terdapat riwayat yang shohih lafadz takbir muqoyyad tertentu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hanya ada beberapa riwayat dari beberapa sahabat. Yang paling terkenal adalah takbir Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu.

Riwayat dari beliau ada 2 lafadz takbir:
أ‌- اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله ُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ وللهِ الْحَمْدُ ب‌- اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله ُ، اللَّهُ أَكْبَرُ وللهِ الْحَمْدُ
Allahu Akbar Allahu Akbar Laa ilaha illallaha, waAllahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil hamdu.

Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar Laa ilaha illallaha Allahu Akbar wa lillahil hamdu.

“Artinya : Allah Maha Besar Allah Maha Besar,Tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah, Allah Maha Besar Allah Maha Besar dan untuk Allah segala pujian”. (Riwayat Ibnu Abi Syaibah 2/168 dengan isnad yang shahih)

Keterangan:

Lafadz: “Allahu Akbar” pada takbir Ibn Mas’ud boleh dibaca dua kali atau tiga kali. Semuanya diriwayatkan Ibn Abi Syaibah dalam Al Mushannaf.

Demikian sedikit penjelasan tentang takbir muqoyyad, sehingga bisa menjadi pencerahan untuk mengamalkannya. Wallohu ‘Alam.

Ditulis oleh Ustadz Muslim Atsari, Sragen, Ahad Bakda isya, 9-Dzulhijjah-1442 H / 18-Juli-2021
Dibaca ulang dan ditambah di Solo, Selasa, Bakda Ashar, 4-Dzulhijjah-1445 H / 11-Juni-2024

Post a Comment for "TUNTUNAN TAKBIR MUQOYYAD DI BULAN DZULHIJJAH"