Hukum Menyematkan Gelar Mubtadi‘ kepada Pelaku Bid‘ah

Hukum Menyematkan Gelar Mubtadi‘ kepada Pelaku Bid‘ah

Hukum Menyematkan Gelar Mubtadi‘ kepada Pelaku Bid‘ah

Ahlus Sunnah wal Jamā‘ah menetapkan kaidah umum bahwa siapa saja yang melakukan bid‘ah dalam agama maka ia disebut mubtadi‘ (pelaku bid‘ah). Namun, penyematan gelar ini tidak bersifat mutlak dalam semua keadaan, karena kondisi pelaku bid‘ah berbeda-beda, baik dari sisi ilmu, sikapnya terhadap bid‘ah tersebut, serta kesediaannya untuk bertaubat. (‘Abdul ‘Azīz bin Bāz, Fatāwā Nūr ‘alā ad-Darb, fatwa no. 8197)

1. Kaidah Umum: Pelaku Bid‘ah Disebut Mubtadi‘

Hukum asalnya, orang yang melakukan bid‘ah dalam agama disebut mubtadi‘, karena ia melakukan amalan yang tidak memiliki dasar dalam syariat Islam. (Bin Bāz, Majmū‘ Fatāwā, 5/189)

Rasulullah ﷺ bersabda:
«إِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ، فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ»
Jauhilah oleh kalian perkara-perkara baru, karena setiap bid‘ah adalah kesesatan. (HR. Abū Dāwūd no. 4607; at-Tirmiżī no. 2676)

Hadis ini menjadi landasan bahwa setiap perkara baru dalam agama yang tidak berasal dari syariat adalah kesesatan. (al-Albānī, Ṣaḥīḥ Sunan Abī Dāwūd, no. 4607)

2. Pengecualian: Pelaku Bid‘ah karena Kebodohan

Apabila seseorang melakukan bid‘ah karena ketidaktahuan, maka tidak serta-merta divonis sebagai mubtadi‘ secara mutlak, melainkan wajib diajari dan dijelaskan kebenaran kepadanya. (Bin Bāz, Fatāwā Nūr ‘alā ad-Darb, fatwa no. 8197)

Allah Ta‘ālā berfirman:
﴿وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّىٰ نَبْعَثَ رَسُولًا﴾
Kami tidak akan mengazab sebelum mengutus seorang rasul. (QS. al-Isrā’: 15)

Ayat ini menunjukkan bahwa hukuman dan celaan syar‘i berkaitan dengan sampainya hujjah. (Ibnu Katsīr, Tafsīr al-Qur’ān al-‘Aẓīm, 5/89)

3. Pelaku Bid‘ah yang Bertaubat

Apabila pelaku bid‘ah telah diberi penjelasan lalu ia bertaubat, maka tidak lagi disebut mubtadi‘, karena taubat menghapus dosa dan penyimpangan sebelumnya. (Bin Bāz, Majmū‘ Fatāwā, 5/190)

Allah Ta‘ālā berfirman:
﴿قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِن رَّحْمَةِ اللَّهِ﴾
Katakanlah: wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka, janganlah berputus asa dari rahmat Allah. (QS. az-Zumar: 53)

Ayat ini menjadi dalil bahwa pintu taubat terbuka bagi seluruh pelaku dosa, termasuk pelaku bid‘ah. (al-Qurṭubī, al-Jāmi‘ li Aḥkām al-Qur’ān, 15/246)

4. Pelaku Bid‘ah yang Bersikeras dan Terus Melakukannya

Apabila seseorang telah dijelaskan namun tetap bersikeras melakukan bid‘ah, maka ia disebut mubtadi‘ sesuai kadar bid‘ahnya sampai ia bertaubat. (Bin Bāz, Fatāwā Nūr ‘alā ad-Darb, fatwa no. 8197)

Contohnya:
Orang yang terus-menerus merayakan maulid
Orang yang membangun bangunan di atas kuburan
Orang yang shalat di kuburan atau membangun masjid di atasnya
Orang yang mengusap, menyiram minyak wangi, atau mengagungkan kuburan
Semua perbuatan ini termasuk bid‘ah yang diharamkan.
(Bin Bāz, Majmū‘ Fatāwā, 4/337)

Rasulullah ﷺ bersabda:
«مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ»
Barang siapa melakukan suatu amalan yang tidak sesuai dengan ajaran kami, maka amalan itu tertolak. (HR. Muslim no. 1718)
Hadis ini menegaskan bahwa amalan bid‘ah tertolak dan tidak diterima di sisi Allah. (an-Nawawī, Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim, 12/16)

5. Kewajiban Muslim terhadap Bid‘ah dan Pelakunya

Seorang muslim wajib:
Mengikuti perintah Rasulullah ﷺ
Membenarkan dan membela sunnah
Waspada terhadap bid‘ah
Menyebut pelaku bid‘ah sebagai mubtadi‘ jika ia bersikeras
Mengajarkan orang yang jahil
Mendoakan dan menerima taubat orang yang kembali kepada kebenaran
(Bin Bāz, Fatāwā Nūr ‘alā ad-Darb, fatwa no. 8197)

Rasulullah ﷺ bersabda dalam khutbahnya:
«أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ ﷺ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ»
(HR. Muslim no. 867)

Hadis ini menunjukkan bahwa seluruh kebaikan ada pada ittibā‘ dan seluruh keburukan ada pada bid‘ah. (Ibnu Rajab, Jāmi‘ al-‘Ulūm wal Ḥikam, 2/128)

Dengan demikian, penyematan gelar mubtadi‘ mengikuti kaidah ilmiah Ahlus Sunnah, bukan berdasarkan hawa nafsu. Orang yang jahil diajari, yang bertaubat diterima, dan yang bersikeras diperingatkan hingga ia kembali kepada kebenaran. (Ibnu Taimiyyah, Majmū‘ al-Fatāwā, 7/284)

Dr. Sirajul Yani, S.Pd.I, B.Sh, M.H.I 
Founder Ilmu Center Academy dan Web: asy-syariah.com 

Dapatkan Program Belajar Online dan Ebook Berkualitas di: ilmucenteracademy.com

Posting Komentar untuk "Hukum Menyematkan Gelar Mubtadi‘ kepada Pelaku Bid‘ah"

ikut program

ikut program