Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Adab-Adab Puasa Ramadhan

Adab-Adab Puasa Ramadhan

Puasa memiliki adab-adab yang banyak, sehingga puasa tidak akan sempurna melainkan dengan menjalankan adabadabnya. Adab puasa dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

• Adab yang wajib, yaitu yang wajib bagi seseorang yang berpuasa untuk menunaikan dan menjaga adab-adab puasanya.
• Adab yang sunnah, yaitu yang dianjurkan untuk menunaikan dan menjaga adab-adab puasanya.

Berikut penjelasannya:

A. Adab-Adab Puasa Yang Wajib

Diantara menjaga adab-adab (puasa) yang wajib adalah seseorang yang berpuasa harus menunaikan ibadah-ibadah yang telah diwajibkan oleh Allah baik ibadah qouliyah (berupa ucapan) ataupun ibadah fi’liyah (perbuatan). Ibadah yang paling utama adalah shalat fardhu yang merupakan rukun islam paling utama setelah dua kalimat syahadat. Sehingga wajib baginya untuk menunaikan shalat berserta rukun-rukunnya, wajibnya dan syarat-syaratnya, menunaikan shalat tepat pada waktunya bersama jama’ah di masjid. Hal-hal tersebut termasuk dari wujud ketaqwaan seorang hamba yang merupakan tujuan disyari’atkan dan diwajibkannya puasa pada umat ini, adapun melalaikan shalat akan menghilangkan ketaqwaan dan pelakunya diancam Allah dengan siksaan.

Allah ta’ala berfirman:
فَخَلَفَ مِنۢ بَعۡدِهِمۡ خَلۡفٌ أَضَاعُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَٱتَّبَعُواْ ٱلشَّهَوَٰتِۖ فَسَوۡفَ يَلۡقَوۡنَ غَيًّا ٥٩ 
Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, Maka mereka kelak akan menemui kesesatan. Kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh, Maka mereka itu akan masuk surga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikitpun (QS. Maryam: 59-60).

Diantara adab-adab yang wajib dipenuhi juga, hendaklah seorang yang berpuasa menjauhi perkara-perkara yang diharamkanAllah dan Rasul-Nya baik berupa perkataan maupun perbuatan.Seperti menjauhi perbuatan dusta, yaitu menceritakan sesuatu yang bukan kenyataan (kebohongan). Kedustaan yang paling besar adalah berdusta kepada Allah dan rasul-Nya, seperti menyandarkan suatu perkara kepada Allah dan rasul-Nya untuk menghalalkan sesuatu yang telah jelas keharamannya atau mengharamkan sesuatu yang telah jelas kehalalannya tanpa ilmu.

Allah berfrman,
ﵟوَلَا تَقُولُواْ ‌لِمَا ‌تَصِفُ أَلۡسِنَتُكُمُ ٱلۡكَذِبَ هَٰذَا حَلَٰلٞ وَهَٰذَا حَرَامٞ لِّتَفۡتَرُواْ عَلَى ٱللَّهِ ٱلۡكَذِبَۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَفۡتَرُونَ عَلَى ٱللَّهِ ٱلۡكَذِبَ لَا يُفۡلِحُونَ ١١٦ مَتَٰعٞ قَلِيلٞ وَلَهُمۡ عَذَابٌ أَلِيمٞ ١١٧ﵞ
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebutsebut oleh lidahmu secara Dusta "Ini halal dan ini haram", untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tidaklah beruntung. (Itu adalah) kesenangan yang sedikit, dan bagi mereka azab yang pedih. (QS. An Nahl: 116-117).

Dan dalam shahih Bukhari-Muslim, juga dalam kitab shahih yang lainnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَن كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا، فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النّارِ
Barang siapa yang berdusta atas ku dengan sengaja maka hendaklah ia mengambil “tempat duduknya” di neraka.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberi peringatan keras orang yang berdusta, beliau bersabda:
وإيّاكُمْ والْكَذِبَ، فإنَّ الكَذِبَ يَهْدِي إلى الفُجُورِ، وإنَّ الفُجُورَ يَهْدِي إلى النّارِ، وما يَزالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ ويَتَحَرّى الكَذِبَ حتّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كَذّابًا
Jauhilah perbuatan berdusta. Sesungguhnya dusta menghantarkan pada dosa, dan dosa menghantarkan pada neraka. Dan seorang senantiasa berdusta, dan terbiasa berdusta hingga ditulis di sisi Allah sebagai pendusta. (Muttafaq ‘Alaih).

Perkara lainnya yang harus dihindari seorang yang berpuasa adalah ghibah, yaitu menceritakan perihal orang lain tentang sesuatu yang tidak ia sukai, baik menceritakan tentang fisiknya seperti pincang, juling, buta sebagai bentuk celaan, ataupun tentang akhlaqnya, seperti bodoh, fasiq dll. Baik yang dikatakan itu benar ataupun tidak.

Ketika nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang ghibah, beliau bersabda,
ذِكْرُكَ أخاكَ بما يَكْرَهُ. قيلَ: أفَرَأَيْتَ إنْ كانَ في أخِي ما أقُولُ؟ قالَ: إنْ كانَ فيه ما تَقُولُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ، وإنْ لَمْ يَكُنْ فيه فقَدْ بَهَتَّهُ
“Engkau menceritakan perihal saudaramu yang tidak ia sukai” kemudian seorang berkata,” Bagaimana jika apa yang aku katakan itu memang ada padanya?”, beliau bersabda, “Jika apa yang engkau katakan itu benar maka disitulah engkau telah melakukan ghibah, jika apa yang engkau katakan itu tidak ada pada saudaramu maka engkau telah berdusta” (HR. Muslim).

Allah telah melarang perbuatan ghibah dalam Al Qur’an dan mengumpamakan perbuatan ini dengan sejelek-jelek perumpamaan, Allah perumpamakan dengan seorang yang memakan bangkai saudaranya, sebagaimana Allah ‘Azza Wa Jalla berfirman dalam surat Al Hujurat:
‌وَلَا ‌يَغۡتَب بَّعۡضُكُم بَعۡضًاۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمۡ أَن يَأۡكُلَ لَحۡمَ أَخِيهِ مَيۡتٗا فَكَرِهۡتُمُوهُۚ
Janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. (QS Al Hujurat: 15).

Larangan berikutnya harus dijauhi oleh orang yang berpuasa adalah perbuatan namimah, yaitu menukil perkataan seseorang untuk disampaikan kepada orang lain dengan tujuan menimbulkan permusuhan diantara dua orang tersebut. Perbuatan namimah ini termasuk salah satu dosa besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لا يَدْخُلُ الجَنَّةَ نَمّامٌ.
Tidak masuk surga, orang yang suka berbuat namimah. (Muttafaq‘Alaih).

Dan dalam shahih Bukhari dan Muslim, dari hadits Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhuma, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah melewati dua kuburan, kemudian beliau bersabda,
إنَّهُما لَيُعَذَّبانِ، وما يُعَذَّبانِ في كَبِيرٍ، أمّا أحَدُهُما فَكانَ لا يَسْتَتِرُ مِنَ البَوْلِ، وأَمّا الآخَرُ فَكانَ يَمْشِي بالنَّمِيمَةِ
“Sesungguhnya kedua penghuni kubur ini sedang di adzab oleh Allah, keduanya diadzab bukan karena perkara besar, yang satu diadzab karena ia tidak bersuci setelah buang air kecil, dan yang satunya lagi diadzab karena perbuatan namimah”. (HR Bukhari dan Muslim).

Larangan yang lain adalah menipu atau berbuat curang, baik dalam berniaga, sewa-menyewa, bekerja, pegadaian, dalam setiap nasehat ataupun saran dan yang lainnya. Menipu atau kecurangan termasuk salah satu dosa besar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berlepas diri dari pelakunya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَن غَشَّنا فليسَ مِنّا وفي رواية: مَن غَشَّ فليسَ مِنّا
“Barang siapa yang berbuat curang/menipu maka ia bukan golongan kami” dalam riwayat yang lain, “Barang siapa yang berbuat curang/menipu maka ia bukan golonganku” (HR. Muslim).

Menipu atau curang berarti menutupi kebenaran, menyianyiakan amanah dan menghilangkan kepercayaan diantara manusia.

Dan setiap usaha dari perbuatan menipu atau curang adalah usaha yang buruk lagi haram, yang tidak akan memberikan apa-apa kepada pelakunya melainkan ia akan semakin jauh dari Allah.

Larangan berikutnya yang harus dijauhi oleh orang yang berpuasa adalah menjauhi alat musik dengan beragam jenisnya, yang merupakan benda yang melalaikan, seperti gambus, rebab, biola, piano, dan lain-lain.

Semua alat-alat ini haram dinikmati. Semakin besar keharaman dan dosanya jika disertai nyanyian dengan suara yang merdu/indah dan membuat terlena. Allah berfirman dalam al-quran,
وَمِنَ ٱلنَّاسِ ‌مَن ‌يَشۡتَرِي لَهۡوَ ٱلۡحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ بِغَيۡرِ عِلۡمٖ وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًاۚ أُوْلَٰٓئِكَ لَهُمۡ عَذَابٞ مُّهِينٞ
Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan Perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. mereka itu akan memperoleh azab yang hina. (QS. Luqman: 6)

Ibnu Mas’ud ditanya tentang ayat ini, beliau berkata, “Demi Dzat yang tiada Ilah yang berhak disembah selain Dia, yang dimaksud ayat itu adalah nyanyian”. Dari Ibnu Abbas dan Ibnu Umar dan disebutkan oleh Ibnu Katsir dari Jabir, Ikrimah, Sa’id bin Jubair, berkata Al Hasan, “ayat ini diturunkan berkenaan dengan nyanyian”. Sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memberikan peringatan keras untuk menjauhi alat musik dan menyandingkan kedudukan pelakunya dengan pelaku zina, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لَيَكونَنَّ مِن أُمَّتي أقْوامٌ يَسْتَحِلُّونَ الحِرَ والحَرِيرَ، والخَمْرَ والمَعازِفَ
Akan ada (di akhir zaman) dari umatku, kaum yang menghalalkan kehormatan, sutera dan alat musik. (HR. Bukhari).

Puasa tidak hanya menahan makan dan minum semata. Akan tetapi, lebih dari itu, menahan anggota badan dari bermaksiat kepada Allah: menahan mata dari melihat yang haram, menjauhkan telinga dari mendengar yang haram, menahan lisan dari mencaci dan meng- gunjing (berghibah), serta menjaga kaki untuk tidak melangkah ke tempat maksiat. Rasulullah bersabda:

رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوْعُ

"Betapa banyak orang berpuasa yang tidak ada bagian dari pu- asanya kecuali hanya mendapat lapar belaka." (HR. Ibnu Majah No. 1690).

Rasulullah juga bersabda:

الصِّيَامُ جُنَّةً، فَلَا يَرْفُتُ وَلَا يَجْهَلْ، وَإِنِ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ. مَرَّتَيْنِ

"Puasa adalah perisai. Maka janganlah berkata kotor dan berbuat bodoh. Apabila ada yang memerangimu atau mencela- mu, maka katakanlah: 'Aku sedang puasa, aku sedang puasa." (HR. Bukhari 4/103, Muslim No. 1151).

Dalam hadits yang lain Rasulullah bersabda:

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الرُّوْرِ وَالْعَمَلَ بِهِ وَالْجَهْلَ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةً أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

"Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan amalannya serta kebodohan, maka Allah tidak butuh dia me- 230 ninggalkan makan dan minumnya." (HR. Bukhari No. 1903).

B. Adab-Adab Puasa Yang Sunnah


Diantara adab-adab puasa, yaitu adab-adab yang disunnahkan, di antaranya:

Sahur, yaitu makan di akhir malam yang dinamakan dengan nama itu, karena ia terjadi di waktu sahur. Nabi menganjurkannya seraya bersabda:
تَسَحَّرُوا؛ فإنَّ في السَّحُورِ بَرَكَةً.
"Makan sahurlah, maka sesungguhnya pada makan sahur ada berkah."Muttafaqun 'alaih.

Dan dalam shahih Muslim dari Amr bin Ash, sesungguhnya Nabi bersabda:
فَصْلُ ما بيْنَ صِيامِنا وَصِيامِ أَهْلِ الكِتابِ، أَكْلَةُ السَّحَرِ.
"Perbedaan di antara puasa kita dengan puasanya ahli kitab adalah makan sahur."

Dan beliau memuji sahur dengan kurma dalam sabdanya:
نِعْمَ سَحورُ المُؤمِنِ التَّمْرُ.
'Sebaik-baik sahur seorang mukmin adalah kurma." HR. Abu Daud. Dan Nabi bersabda:
السحورُ كلُّه بركةٌ، فلا تدَعوه ولو يجرعُ أحدُكم جرعةً مِن ماءٍ، فإنَّ اللهَ وملائكتَه يصلُّونَ على المُتَسَحِّرينَ
'Semua sahur adalah berkah maka janganlah kamu meninggalkannya sekalipun hanya dengan seteguk air, sesungguhnya Allah dan para malaikatnya mengucapkan shalawat kepada orang-orang yang bersahur." HR. Ahmad dan al-Mundzir berkata: isnadnya kuat.

Hendaklah orang yang bersahur berniat dengan sahurnya karena menjunjung perintah Nabi shallallahu alaihi wasallam dan mengikuti perbuatannya, agar sahurnya menjadi ibadah. Dan hendaklah ia berniat untuk kuat dalam puasa agar ia mendapatkan pahala. Sunnahnya adalah menunda sahur selama ia tidak merasa khawatir terbitnya fajar, karena hal itu adalah perbuatan Nabi . Dari Qatadah , dari Anas bin Malik , sesungguhnya Nabi dan Zaid bin Tsabit makan sahur, setelah selesai dari makan sahur, Nabi berdiri menuju shalat, lalu beliau shalat. Kami bertanya kepada Anas , berapakah jarak waktu di antara makan sahur mereka dan shalat? Ia menjawab, 'Sekadar seorang laki-laki membaca lima puluh ayat.' HR. Al- Bukhari.

Dan dari Aisyah radhiyallahu 'anha, sesungguhnya Bilal azan di malam hari, maka Nabi besabda:
كُلُوا واشْرَبُوا حتّى يُؤَذِّنَ ابنُ أُمِّ مَكْتُومٍ، فإنَّه لا يُؤَذِّنُ حتّى يَطْلُعَ الفَجْرُ.
'Makan dan minumlah sampai Ibnu Ummi Maktum azan, sesungguhnya ia tidak azan sehingga terbit fajar." HR. Al-Bukhari.

Di antara adab puasa yang disunnahkan adalah menyegerakan berbuka, apabila sudah yakin tenggelam matahari dengan melihatnya atau berdasarkan dugaan kuat tenggelamnya matahari dengar berita orang yang dipercaya dengan azan atau lainnya. Dari Sahal bin Sa'ad , sesungguhnya Nabi  bersabda:
لا يَزالُ النّاسُ بخَيْرٍ ما عَجَّلُوا الفِطْرَ
"Manusia senantiasa dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka." Muttafaqun 'alaih. Dan Nabi  bersabda yang diriwayatkannya dari Rabb-nya :
أَحبُّ عبادي إليَّ أعجلُهم فطرًا
"Sesungguhnya hambaku yang paling Ku-cintai adalah yang paling segera berbuka." HR. Ahmad dan at-Tirmidzi.

Sunnah berbuka dengan ruthab, jika tidak ada maka dengan kurma, jika tidak ada maka dengan air. Berdasarkan riwayat Anas : Nabi  berbuka sebelum shalat atas beberapa biji ruthab. Maka jika tidak ada ruthab maka atas kurma, jika tidak ada kurma, beliau meminum air.' HR. Ahmad, Abu Daud, dan at-Tirmidzi.

Jika ia tidak mendapatkan ruthab, tidak kurma dan tidak pula air, ia berbuka atas makanan atau minuman halal yang ada. Jika ia tidak mendapatkan sesuatu, ia berniat berbuka dengan hatinya.

Dianjurkan berdoa saat berbuat dengan doa yang diinginkan. Dalam sunan Ibnu Majah, dari Nabi , beliau bersabda:
إنَّ للصّائمِ عندَ فِطرِه دعوَةً ما تُردُّ
"Sesungguhnya bagi orang yang puasa saat berbuka ada doa yang tidak ditolak." Berkata dalam az-Zawaid: isnadnya shahih.

Dan dalam riwayat Abu Daud juga dari hadits Ibnu Umar  sesungguhnya apabila Nabi  berbuka, beliau  membaca:
ذهب الظَّمأُ، وابتلَّتِ العروقُ، وثبُت الأجرُ إن شاء اللهُ
"Hilang rasa haus, leher menjadi basah dan tetaplah pahala, insya Allah”. Di antara adab puasa yang disunnahkan adalah banyak membaca alQur`an, dzikir, shalat, sedakah. Dalam Shahih Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban, sesungguhnya Nabi bersabda:
ثلاثةٌ لا تُردُّ دعوتُهم الصّائمُ حتّى يُفطرَ والإمامُ العادلُ ودعوةُ المظلومِ يرفعُها اللهُ فوق الغمامِ وتُفتَّحُ لها أبوابَ السَّماءِ ويقولُ الرَّبُّ وعزَّتي لأنصُرنَّك ولو بعد حينٍ
"Ada tiga golongan yang tidak ditolak doa mereka: orang yang puasa saat berbuka, pemimpin yang adil, dan doa orang yang teraniaya diangkat oleh Allah di atas awan dan dibuka baginya pintu-pintu langit dan ar-Rabb berfirman: 'Demi keagungan dan kebesaran-Ku, Aku akan menolongmu sekalipun setelah beberapa waktu." HR. Ahmad dan at-Tirmidzi.

Dan dalam Shahihain dari hadits Ibnu Abbas  berkata: 'Rasulullah  adalah manusia paling pemurah, dan beliau paling pemurah saat di bulan Ramadhan saat Jibril menemuinya dan tadarus al-Qur`an."Sungguh Rasulullah  saat bertemu Jibril  lebih pemurah dengan kebaikan dari pada angin yang bertiup, dan sifat pemurah Nabi  menggabungkan berbagai macam jenis kebaikan berupa mengajarkan ilmu, memberikan bantuan fisik dan harta karena Allah  dalam menampakkan agama-Nya, memberi petunjuk kepada hamba-hamba-Nya, dan menyampaikan manfaat untuk mereka dengan segala macam jalan berupa mengajarkan ilmu kepada mereka, menunaikan hajat dan memberikan makan kepada yang lapar. Dan sifat pemurahnya berlipat ganda di bulan Ramadhan karena kemuliaan waktunya dan berlipat ganda pahalanya serta menolong orang-orang yang ibadah di bulan itu, juga menggabungkan di antara puasa dan memberi makan, dan keduanya termasuk sebab-sebab masuk surga.

Di dalam Shahih Muslim, dari Abu Hurairah, sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:
مَن أصْبَحَ مِنْكُمُ اليومَ صائِمًا؟ قالَ أبو بَكْرٍ: أنا، قالَ: فمَن تَبِعَ مِنْكُمُ اليومَ جِنازَةً؟ قالَ أبو بَكْرٍ: أنا، قالَ: فمَن أطْعَمَ مِنكُمُ اليومَ مِسْكِينًا قالَ أبو بَكْرٍ: أنا، قالَ: فمَن عادَ مِنْكُمُ اليومَ مَرِيضًا قالَ أبو بَكْرٍ: أنا، فقالَ رَسولُ اللهِ ﷺ: ما اجْتَمَعْنَ في امْرِئٍ إلَّا دَخَلَ الجَنَّةَ
. "Siapakah darimu yang berpuasa pagi ini? Abu Bakar  menjawab: Saya.' Beliau  bertanya: 'Siapakah darimu yang mengikuti jenazah pada hari ini? Abu Bakar  menjawab: Saya. Beliau bertanya: 'Siapakah darimu yang memberi makan orang miskin pada hari ini? Abu Bakar  menjawab: Saya. Beliau bertanya: Siapakah darimu yang mengunjungi orang sakit pada hari ini? Abu Bakar  menjawab: Saya. Beliau bersabda: 'Tiadalah semuanya berkumpul pada seseorang kecuali ia masuk surga." (HR Muslim).

Di antara adab-adab puasa yang disunnahkan bahwa orang yang puasa merasakan besarnya nikmat Allah  kepadanya dengan berpuasa, Dia memberi taufik dan kemudahan kepadanya sehingga ia bisa menyempurnakan puasa dan bulannya. Sesungguhnya banyak orang yang tidak bisa melaksanakan puasa, bisa jadi karena wafat sebelum bulan Ramadhan, atau tidak mampu melakukannya, atau karena sesat dan berpaling karena enggan melaksanakannya. Maka hendaklah orang yang berpuasa memuji Rabb-nya terhadap nikmat puasa yang merupakan sebab-sebab ampunan segala dosa, penebus segala kesalahan, dan meninggikan derajat di negeri penuh nikmat di samping Rabb Yang Maha Mulia.

Jagalah adab-adab puasa ini, baik yang wajib maupun yang sunnah, hindarilah sebab-sebab kemurkaan dan siksaan, berhiaslah dengan sifat-sifat salafus shalih yaitu orang sholeh terdahulu, maka sesungguhnya tidak akan baik generasi terakhir umat ini kecuali sesuatu yang memperbaiki generasi pertama umat ini berupa melaksanakan ketaatan dan menjauhi dosa.



Post a Comment for "Adab-Adab Puasa Ramadhan"