Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Rukun Puasa

Rukun Puasa

Rukun puasa ada dua. Tidak sah puasa seseorang kecuali dengan dua perkara ini, yaitu:

A. Niat

Dasarnya adalah hadits Hafshah Ummul Mukminin bahwasanya Rasulullah bersabda:
مَنْ لَمْ يُجْمِعُ الصَّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ
"Barang siapa yang tidak meniatkan puasa sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya." (HR. Abu Dawud No. 2454).

Hadits ini adalah dalil bahwa puasa harus dengan niat. Tidak sah puasa seorang muslim kecuali dengan niat. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan: "Para ulama telah sepakat bahwa ibadah yang maksudnya adalah ibadah itu sendiri seperti shalat, puasa, dan haji maka tidak sah kecuali dengan niat." (Syarh Hadits Innamal A’mal Bin Niyyat hlm. 62 Ibnu Taimiyyah (tahqiq: Thariq bin Atif Hijazi, taqdim: Musthafa al-Adawi)).

Dan niat tempatnya adalah di dalam hati, tidak harus diucapkan. Tentang hal itu tidak ada perselisihan di antara ulama. Karena itu, barang siapa terlintas dalam hatinya bahwa dia akan puasa besok maka sungguh dia sudah niat. Adapun waktunya, sebagaimana hadits di atas, adalah sejak malam hari. Barang siapa niat puasa pada bagian malam manapun yang penting sebelum terbitnya fajar kedua -maka puasanya sah." (Taudhihul Ahkam 3/466 Abdullah al-Bassam).

Keharusan meniatkan puasa sebelum fajar adalah untuk puasa yang wajib, seperti puasa Ramadhan, qadha Ramadhan, atau puasa nadzar. Adapun untuk puasa sunnah boleh meniatkannya sekalipun sudah pagi hari.

Apakah niatnya harus setiap hari? Masalah ini diperselisihkan oleh para ulama menjadi dua pendapat:

Pendapat pertama: Cukup bagi orang yang puasa untuk niat sekali saja pada awal Ramadhan dan niatnya mencukupi selama sebulan penuh, selagi puasanya tidak terputus dengan safar atau sakit." Inilah pendapat yang dipilih oleh Imam Malik, Ishaq bin Rahawaih, dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad, karena puasa Ramadhan adalah satu kesatuan ibadah yang tidak terpisahkan. (Al-Istidzkar 10/35 Ibnu Abdil Barr).
Pendapat kedua: Wajib bagi yang berpuasa untuk niat setiap hari. Karena setiap hari adalah ibadah puasa tersen- diri yang harus niat. Inilah pendapatnya Abu Hanifah, Syafi'i, dan Ahmad menurut pendapat yang masyhur." (Al-Mughni 4/337, al-Majmu’ 6/302).

Pendapat yang lebih mendekati kebenaran adalah pendapat pertama yaitu cukup bagi orang yang puasa untuk niat sekali saja pada awal hari Ramadhan dan niatnya mencukupi selama sebulan penuh. Kecuali, apabila puasanya terputus dengan safar atau sakit maka wajib memperbaharui niatnya lagi. Allahu A'lam. (Asy-Syarh al-Mumthi’ 6/370 Ibnu Utsaimin).

B. Menahan Diri dari Segala Perkara yang Membatalkan Puasa, Sejak Terbit Fajar Hingga Matahari Tenggelam

Hal ini berdasarkan firman Allah:
فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ
Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam. (QS. Al-Baqarah [2]: 187)

Imam as-Suyuthi mengatakan: "Ayat ini adalah dalil bolehnya berkumpul dengan istri, makan, minum hingga jelas fajar, dan hal itu diharamkan bila siang hari." (Al-Iklil Fi Istinbath at-Tanzil 1/359 as-Suyuthi).

Adapun waktu mulai menahan diri atau waktu mulai imsak adalah ketika terbitnya Fajar yang kedua atau yang dinamakan Fajar Shodiq, karena Fajar ada dua macam ada yang dinamakan Al Fajar al Kadzib yang memanjang ke langit dan tidak melebar dan yang kedua Fajar Fajar As-shodiq fajar yang cahayanya melebar dan tidak ada kegelapan setelah Fajar shadiq.

Adapun Fajar kadzib cahayanya memanjang ke atas setelah itu gelap lagi. Itu diantara perbedaan antara Fajar kadzib dan Fajar shadiq. Jadi seseorang diperintahkan untuk menahan dirinya dari segala yang membatalkan puasa atau imsak dari terbitnya Fajar As-Shadiq, fajar yang kedua. Ini sebagaimana yang disepakati oleh para ulama, dan dikatakan ijmak dalam hal ini. Sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Qudamah beliau mengatakan:
والصَّومُ المشروعُ هو الإمساكُ عن المُفَطِّراتِ، من طلوعِ الفَجرِ الثاني إلى غُروبِ الشَّمس
“Dan puasa yang disyariatkan yaitu dia menahan diri atau berimsak dari apa-apa yang membatalkan puasa sejak terbitnya Fajar kedua sampai terbenamnya matahari”.(Al-Mughni, 3/105).

Jika sudah terbit fajar shadiq, yang ditandai dengan adzan subuh maka wajib bagi kita untuk menahan diri dari segala yang membatalkan puasa. Seandainya di mulutnya masih ada makanan maka hendaklah ia membuangnya atau mengeluarkannya, dan apabila dia menelan makanan tersebut maka puasanya batal.

Adapun waktu imsak atau waktu akhir menahan diri yaitu sampai terbenamnya matahari, waktu akhir menahan diri waktu akhir berpuasa yaitu berakhir pada terbenamnya matahari, sebagaimana ijma para ulama.

Jika telah terbenam matahari dan telah berbuka kemudian misalnya dia naik pesawat pergi Safar dan di atas pesawat terlihat kembali matahari yang belum terbenam, maka apakah dia wajib menahan diri ketika melihat matahari ataukah lanjut terbuka ? “Maka jawabannya adalah dia lanjut berbuka dan puasanya tidak batal”.

Ini sebagaimana yang difatwakan oleh para ulama, di antaranya Syaikh Abdurrozaq Afifi, Syaikh Bin Baz, Syaikh Utsaimin dan lain sebagainya dari para ulama.

Syaikh Abdurrozaq Afifi mengatakan:
إذا غابت الشَّمس في الأرض، فإنَّ الصَّائِم يُفطِرُ، فإذا ارتفعَت الطَّائرة في الفضاء، فرأى الشَّمسَ لم تغرُب استمَرَّ على فِطرِه...
“Jika matahari telah terbenam maka wajib bagi orang yang berpuasa untuk berbuka, jika pesawat take off atau naik ke atas, kemudian dia melihat matahari belum terbenam maka terus dilanjutkan berbukanya”. (fatawa Asy-Syaikh Abdurrazaq Afifi, 168).

Adapun standar dan patokan ketika seorang yang bersafar dengan pesawat adalah keadaan dia melihat matahari atau tidak, di tengah perjalanan misalnya, ia mendengar kabar radio bahwasanya negara terdekat sudah masuk waktu berbuka, akan tetapi dia masih melihat matahari belum terbenam di atas, maka apakah dia boleh berbuka atau tidak ? jawabannya tidak. Karena patokan atau standar dia adalah keadaan dia dalam pesawat, dia melihat matahari belum terbenam.


Post a Comment for "Rukun Puasa"