Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Penentuan Awal Dan Akhir Puasa Ramadhan

Penentuan Awal Dan Akhir Puasa Ramadhan

Awal dan akhir bulan Ramadhan ditentukan dengan dua cara:

Pertama: Terlihatnya hilal bulan Ramadhan sekalipun yang melihatnya hanya satu orang yang adil, berdasarkan haditsnya Ibnu Umar, dia berkata:
تَرَاءَى النَّاسُ الْهِلَالَ فَأَخْبَرْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ أَنِّي رَأَيْتُهُ فَصَامَهُ وَأَمَرَ النَّاسَ بِصِيَامِهِ
"Orang-orang sedang mengamati hilal. Aku mengabari Rasul- ullah bahwa aku melihatnya. Beliau kemudian berpuasa dan menyuruh orang-orang agar ikut berpuasa bersama beliau." (HR. Abu Dawud No. 2342).

Kedua: Jika hilal tidak terlihat karena suatu sebab misalnya mendung, maka bulan Sya'ban digenapkan 30 hari. Dasarnya ialah hadits Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah bersabda:
صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ، وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِينَ
"Berpuasalah kalian karena melihat hilal dan berbukalah (berhari raya) karena melihat hilal. Jika awal bulan samar bagi kalian maka genapkanlah bulan Sya'ban hingga tiga puluh hari." (HR. Bukhari No. 1909).

Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu 'anhuma, (bahwasanya) Rasulullah ahallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لا تصوموا حتى تروا الهلال، ولا تفطروا حتى تروه، فإن غم عليكم، فاقدر واله
"Janganlah kalian puasa hingga melihat hilal, jangan pula kalian berbuka hingga melihatnya (hilal). Jika kalian terhalangi awan, hitunglah bulan Sya'ban.

Imam at-Tirmidzi mengatakan: "Para ahli ilmu telah menegaskan untuk beramal dengan kandungan hadits ini. Mereka mengatakan: 'Persaksian satu orang bisa diterima untuk penentuan awal puasa. Inilah pendapat yang dipilih oleh Ibnul Mubarak, Syafi'i, Ahmad, dan orang-orang Kufah. Dan tidak ada perselisihan antara ahli ilmu bahwa jika untuk berbuka (berhari raya) tidak diterima kecuali persaksian dari dua orang.” (Sunan at-Tirmidzi hadits No. 691).

Dari penjelasan di atas dapat kita pahami bahwa metode dalam penentuan awal puasa Ramadhan adalah dengan terlihatnya hilal.

Dan Jika hilal tidak terlihat, maka dengan menyempurnakan bilangan bulan Sya'ban menjadi 30 hari. Inilah cara mudah dalam penentuan awal Ramadhan yang selayaknya diamalkan oleh seluruh kaum muslimin.

Melaporkan Hasil Ru'yatul Hilal Kepada Penguasa

Hal ini berdasarkan riwayat dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma sebagai berikut, ia berkata:
تراءى الناس الهلال فأخبرت رسول الله - صلى الله عليه وسلم - أني رأيته فصامه وأمر الناس بصيامه
"Orang-orang berusaha untuk melihat hilal, kemudian aku beritahukan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa aku telah melihatnya. Kemudian beliau berpuasa dan memerintahkan orang-orang agar berpuasa." (HR. Abu Dawud :2342, dishahihkan Imam Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Daud: 2028, Irwa'ul Ghalil: 908)

Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma seorang sahabat Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam yang juga seorang ulama. Beliau melihat hilal dengan kedua biji mata beliau, bukan mendengar dari hasil penglihatan orang lain. Apa yang beliau lakukan? apakah ia lantas mengumumkan hasil penglihatannya kepada kaum muslimin dan mengajak mereka berpuasa? Jawabnya tidak.

Namun beliau melaporkan hasil penglihatan beliau kepada penguasa kala itu yaitu Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wa sallam. Maka Nabi pun menerima hasil ru'yatul hilal tersebut, lantas beliau berpuasa dan memerintahkan manusia untuk mulai berpuasa.

Jika Penguasa Tidak Menerima Hasil Ru'yatul Hilal

Bagaimana sikap kita jika kita sudah berhasil melihat hilal secara langsung (bukan dari berita internet, TV, radio atau yang lain) namun hasil ru'yatul hilal kita ditolak oleh penguasa. Tetap kita kembali kepada dalil dan sikap para salafush shalih. Hal ini pernah terjadi di masa Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu sebagaimana yang Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah katakan:
وقد روى أن رجلين في زمن عمر بن الخطاب - رضي الله عنه - رأيا هلال شوال فأفطر أحدهما ولم يفطر الآخر فلما بلغ ذلك عمر قال: للذي أفطر لولا صاحبك لأوجعتك ضربا والسبب في ذلك أن الفطر يوم يفطر الناس وهو يوم العيد
"Telah diriwayatkan bahwa pada zaman 'Umar bin Al- Khaththab radhiyallahu 'anhu ada dua lelaki yang melihat hilal syawwal (dengan matanya langsung-pent). Maka salah seorang dari mereka berbuka dan yang seorang lagi tidak berbuka.

Ketika khabar tersebut sampai ke 'Umar, ia berkata kepada orang yang berbuka (tidak ikut keputusan penguasa-pent): 'kalau bukan karena temanmu, tentu aku sudah memukulmu.' Penyebab dari hal ini ialah karena hari berbuka itu adalah hari dimana manusia berbuka yaitu hari raya." (Majmu’ Fatawa, 25/205).

Kita perhatikan, seorang yang melihat hilal langsung dengan kedua biji matanya. Namun ketika melaporkan hasil ru'yah-nya ternyata ditolak oleh Umar radhiyallahu 'anhu. Dan ia nekat menyelisihi keputusan penguasa kala itu karena sudah melihat hilal syawwal.

Maka Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu ketika mengetahui hal ini ia pun memarahinya dan hampir- hampir memukulinya. Ini menjadi petunjuk bagi kita semua jika kita mengalami hal serupa, maka hendaknya sikap kita adalah sebagaimana sikap yang diridhai oleh Umar radhiyallahu 'anhu yaitu tetap mengikuti keputusan pemerintah dalam hal ini.

Kesalahan Ditanggung Penguasa?

Sebenarnya jika kita mengikuti dalil-dalil di atas yang berujung pada satu kesimpulan bahwa permulaan Ramadhan dan hari raya itu dengan mengikuti keputusan penguasa, justru akan semakin ringan, mudah dan persatuan kaum muslimin dapat terwujud.

Seandainya ternyata keputusan penguasa tersebut salah maka kesalahannya akan ditanggung oleh penguasa. Adapun kita sebagai rakyat tidak ikut menanggung dosa dan kesalahannya, Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
يصلون لكم، فإن أصابوا فلكم ولهم، وإن أخطأوا فلكم وعليهم
"Mereka shalat mengimami kalian. Apabila mereka benar, kalian dan mereka mendapatkan pahala. Apabila mereka keliru, kalian mendapat pahala sedangkan mereka mendapat dosa." (HR. Bukhari: 694).

Di samping itu kita tidak diperkenankan untuk berpuasa pada hari syak/hari yang meragukan (ragu apakah hari itu hari terakhir bulan sya'ban atau hari pertama bulan ramadhan) dengan cara berpuasa sebelum ramadhan satu atau dua hari sebelumnya berdasarkan hadits:
لا يتقدم أحدكم رمضان بصوم يوم أو يومين إِلَّا أَن يَكُونَ رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صومه فليصم ذلك اليوم
"Janganlah salah seorang dari kalian mendahului Ramadhan dengan berpuasa satu atau dua hari sebelumnya. Keculai bagi lelaki yang terbiasa puasa maka hendaknya ia berpuasa pada hari tersebut" (HR. Muslim: 573).

Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda:
من صام اليوم الذي يشك فيه الناس فقد عصى أبا القاسم صلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم
"Barangsiapa berpuasa pada hari yang manusia ragu di dalamnya, maka ia telah bermaksiat kepada Abul Qasim shalallahu 'alaihi wa sallam" (HR Tirmidzi dishahihkan oleh Imam Al-Albani di dalam kitab Shahih Sunan At-Tirmidzi: 553).

Namun jika hari tersebut telah ditetapkan oleh penguasa akan status kejelasannya, seperti penguasa menetapkan hari ini adalah awal Ramadhan misalnya, maka kita mengikuti ketetapan penguasa, Imam Ibnu Utsaimin menjelaskan:
وأصح هذه الأقوال هو التحريم ، ولكن إذا ثبت عند الإمام وجوب صوم هذا اليوم وأمر الناس بصومه فإنه لا ينابذ وتحصل عدم منابذته بألا يظهر الإنسان فطره ، وإنما يفطر سراً
"Pendapat yang paling benar dari sekian banyak pendapat ini ialah puasa di hari Syak/meragukan itu haram hukumnya. Tapi apabila telah jelas keputusan penguasa wajibnya puasa di hari tersebut dan penguasa memerintahkan manusia untuk berpuasa di hari itu, maka hal ini tidak boleh ditentang". (Asy-Syarhul Mumti': 6/318).

Keputusan ini pulalah yang ditetapkan oleh Majelis Ulama Indonesia dalam fatwa yang mereka rilis. Diantara point keputusan fatwa yang disebutkan di sana adalah:


Link Quiz: https://www.asy-syariah.com/2024/03/quiz-penentuan-awal-dan-akhir-ramadhan.html



Post a Comment for "Penentuan Awal Dan Akhir Puasa Ramadhan"