Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Adab-Adab Buang Hajat (Apa-apa yang dimakruhkan) (Fiqih Ibadah #19)

Adab-Adab Buang Hajat (Apa-apa yang dimakruhkan)

Program Belajar Syariah ke 1
Fiqih Ibadah #19
Adab-Adab Buang Hajat (Apa-apa yang dimakruhkan)
Ustadz Sirajul Yani, M.H.I

بسم الله الرحمن الرحيم الحمد لله و الصلاة والسلام على رسول الله و على اله و اصحابه و من تبعهم بإحسان إلى يوم الدين أما بعد.
Ikhwati fillah a'azzaniyallahu wa iyyaakum
Masih dalam pembahasan adab-adab buang hajat atau bersuci. 
Yang berikutnya diantara apa-apa yang dimakruhkan dalam buang hajat ada 4. 

Yang pertama berbicara ketika buang hajat. Sebagaimana hadits dari Ibnu Umar radhiallahu anhu
إنا رجلا مرا و رسول الله صلى الله عليه وسلم يغولوا وسلاما فلم يردا عليه
Ibnu Umar Radiallahu anhu berkata "Seseorang laki-laki pernah melewati Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam ketika beliau sedang membuang air kecil laki-laki itu lalu mengucapkan salam namun beliau tidak menjawabnya" (HR Muslim) 

Kemudian yang kedua yaitu buang hajat di tempat hembusan angin dan ini termasuk dimakruhkan karna ditakutkan air kencingnya kembali dan mengenai pakaiannya maka akan menyebabkan najis. Dan syariat Islam sangat memperhatikan mengenai kehati-hatian terhadap sesuatu yang najis. 

Yang berikutnya yang ketiga diantara yang dimakruhkan dalam buang hajat yaitu membawa sesuatu yang terdapat padanya nama Allah. Dan ini termasuk pengagungan terhadap syiar-syiar Allah yang mana Allah subhanahu wa ta'ala Berfirman : 
ذَٰلِكَ وَمَن يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى الْقُلُوبِ
" Demikianlah perintah Allah dan barangsiapa yang mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya hal itu timbul dari ketaqwaan hatinya" (QS Al-Haj ayat 32) 

Begitu juga dilarang padanya menyebut nama Allah seperti berdzikir, mengucapkan subhanallah misalnya, laailaaha illallah, begitu juga menjawab salam dan mendoakan orang yang bersin. Akan tetapi jika sesuatu itu sangat penting sekali dan kalau ditinggalkan di luar akan hilang diambil orang maka tidak mengapa dia membawanya kedalam, dan ini termasuk dalam keadaan darurat yang diperbolehkan. 

Kemudian berikutnya yaitu beristinja'dengan tangan kanan. Ini diantara yang dimakruhkan. Sebagaimana hadits Salman radhiyallahu 'anhu ketika ditanya oleh seseorang : 
قَدْ عَلَّمَكُمْ نَبِيُّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلَّ شَيْءٍ حَتَّى الْخِرَاءَةَ قَالَ فَقَالَ أَجَلْ لَقَدْ نَهَانَا أَنْ نَسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةَ لِغَائِطٍ أَوْ بَوْلٍ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِالْيَمِينِ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِأَقَلَّ مِنْ ثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِرَجِيعٍ أَوْ بِعَظْمٍ
"'(Apakah) Nabi kalian telah mengajarkan segala sesuatu hingga adab beristinja?’ Salman menjawab; ‘Ya. Sungguh beliau melarang kami buang air besar, buang air kecil dengan menghadap kiblat, bersuci dengan tangan kanan, bersuci dengan batu kurang dari tiga buah, atau bersuci dengan kotoran hewan atau tulang'." (HR Muslim) 

Kemudian yang terakhir, diantara adab, diantara yang dimakruhkan dalam buang hajat yaitu buang air kecil di tempat mandi. Buang air kecil di tempat mandi dimakruhkan ditakutkan masih ada sisa-sisa najis yang terdapat padanya sehingga bisa terkena pada badan kita atau pakaian kita dan pada saat ini hal tersebut dijaga dan tempat buang air kecil air besar ditempat khusus dan mandi di tempat khusus. Ini terjadi di zaman Nabi shallallahu alaihi wasallam berbeda di zaman kita mandi dan tempat buang hajat sama. Ini sebagaimana hadits dari Abdullah Ibnu Mughaffal : 
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَبُولَ الرَّجُلُ فِي مُسْتَحَمِّهِ فَإِنَّ عَامَّةَ الْوَسْوَاسِ مِنْهُ
" "Rasulullah ﷺ telah melarang seseorang kencing di tempat mandinya, karena kabanyakan was-was berasal darinya situ." (HR Ahmad) 

Semoga bermanfaat 

و صلى الله على نبينا محمد و اخر دعوانا عن الحمدلله رب العالمين


Soal Evauasi: Apa hukum berbicara dalam kamar mandi dan dia sedang mandi?

NB:Dilarang mengubah audio dan isi materi atau memindahkannya tanpa mencantumkan sumber.

Post a Comment for "Adab-Adab Buang Hajat (Apa-apa yang dimakruhkan) (Fiqih Ibadah #19)"