Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sunnah-Sunnah Puasa 3,4 & 5 (Meninggalkan Apa-Apa Yang Diharamkan) (Materi #19)

Sunnah-Sunnah Puasa 3,4 & 5 (Meninggalkan Apa-Apa Yang Diharamkan) (Materi #19)


Sunnah-Sunnah Puasa 3,4 & 5 (Meninggalkan Apa-Apa Yang Diharamkan) (Materi #19)
Ustadz: Sirajul Yani, M.H.I




بسم الله الرحمن الرحيم الحمد لله والصلاه والسلام على رسول الله وعلى اله واصحابه ومن تبعهم باحسان الى يوم الدين وبعد

Saudara-saudaraku rahimani wa rahimakumullah. Kita lanjutkan kembali pembahasan masih berkaitan dengan sunah-sunah puasa dan adab-adabnya, yang berikutnya diantara sunah-sunah puasa yaitu:  Meninggalkan apa-apa yang diharamkan dalam syariat dan menyibukkan diri dengan ketaatan.
Seorang yang berpuasa hendaklah menjauhi maksiat karena maksiat bisa merusak nilai pahala seseorang dan juga bisa mengurangi pahala puasa nya. Maksiat banyak jenisnya diantaranya ghibah, namimah adu domba, berdusta, curang, mencela orang lain, mendengarkan musik dan melihat apa-apa yang diharamkan dalam syariat Islam, dan lain sebagainya dari maksiat-maksiat dan kemungkaran-kemungkaran.

Dalil yang menunjukkan hal tersebut hadits Abu Hurairah radhiallahu Anhu bahwasanya nabi shallallahu alaihi wasallam telah bersabda:

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

"Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan keji dan berbuat keji, Allah tidak butuh orang itu meninggalkan makan dan minumnya". (HR Bukhari: 1903)

Dijelaskan dalam Ibnu Hajar Al Asqalani :
والمرادُ بِقَولِ الزُّورِ: الكَذِبُ

"Dan maksud dari perkataan keji yaitu dusta".

Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin menjelaskan:

قَولُ الزُّورِ: كلُّ قَولٍ محرَّمٍ، والعمَلُ بالزُّورِ: كلُّ فِعلٍ محرَّم

Maksud perkataan yang keji adalah setiap perkataan yang haram, dan perbuatan yang keji adalah segala perbuatan yang diharamkan.

Maka kata Nabi shallallahu 'alaihi wasallam: "Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan yang keji (yaitu ucapan yang haram), dan berbuat keji (perbuatan yang haram), maka Allah subhanahu wa ta'ala tidak butuh puasanya".

Dalam hadits ini kita dituntut untuk berakhlak mulia dan menjauhi akhlak yang tercela kepada orang lain dan apa-apa yang diharamkan oleh syariat, dan juga sebagaimana dalam riwayat yang lain bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi pernah bersabda:

وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَصْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ

"Maka apabila suatu hari seorang dari kalian sedang melaksanakan shaum (sedang berpuasa) maka janganlah dia berkata rofas berkata keji dan bertengkar sambil berteriak, jika ada orang lain yang menghinanya atau mengajaknya berkelahi maka hendaklah dia mengatakan aku orang yang sedang berpuasa." (Hadits Riwayat Bukhari).

Ibnu Hajar menjelaskan maksud dari:
والمرادُ بالرَّفَثِ هنا:... الكلامُ الفاحِشُ

"Yaitu perkataan yang keji."

Dan dalam hadis yang lain Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:

إِذَا أَصْبَحَ أَحَدُكُمْ يَوْمًا صَائِمًا فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَجْهَلْ فَإِنْ امْرُؤٌ شَاتَمَهُ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ إِنِّي صَائِمٌ

"Apabila salah seorang dari kalian berpuasa di suatu hari maka janganlah ia berkata-kata kotor dan berbuat kesia-siaan, bila ia dicaci seseorang atau menyerangnya maka hendaklah ia mengatakan sesungguhnya saya sedang berpuasa." (Hadits Riwayat Muslim).

Al Imam An Nawawi menjelaskan maksud dari hadist ini yaitu perkataan Nabi:
وَلَا يَجْهَلْ

Dan janganlah kalian berbuat sia-sia berbuat kebodohan, yaitu:

الجهلُ قَريبٌ مِنَ الرَّفَثِ، وهو خلافُ الحِكمةِ، وخلافُ الصَّوابِ مِن القَولِ والفِعلِ

Karena kebodohan dekat dengan kekejian, dan dia lawan dari hikmah (kebijaksanaan) dan lawan dari kebenaran dari perkataan maupun perbuatan. (Kitab Syarhun Nawawi Alaa Muslim, Jilid ke-8 Halaman 28).

Dan Ibnu Hajar juga menjelaskan sabda Nabi:
وَلَا يَجْهَلْ

Janganlah berbuat kebodohan atau berbuat ke sia-siaan:

لا يفعَلْ شيئًا مِن أفعالِ أهلِ الجَهلِ؛ كالصِّياحِ والسَّفَهِ

Janganlah ia melakukan suatu perbuatan dari perbuatan-perbuatan orang-orang jahil seperti teriak-teriak dan perbuatan bodoh lainnya.

Dalam hadits ini kita diperintahkan untuk menjaga kualitas puasa kita dengan selalu menjaga lisan kita menjaga anggota badan kita dari mengganggu orang lain dan menjaga segala yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa ta'ala, kemudian kita sibukkan diri kita dengan berbagai macam ketaatan dan amal shaleh seperti shalat Sunnah, membaca Alquran, berzikir dan berdoa, berinfak memberikan bukaan (takjil) kepada orang lain sebagainya dari ketaatan dan amal shaleh.

Kemudian di antara sunah-sunah puasa atau adab-adab orang yang berpuasa yaitu:
Jika ada orang yang menghina atau mencela kita maka hendaklah ia mengatakan aku lagi berpuasa. Ini sebagaimana hadits dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu. Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:

وإذا كان يومُ صَومِ أحَدِكم فلا يَرفُثْ، ولا يصخَبْ، فإن سابَّهَ أحدٌ، أو قاتَلَه؛ فلْيقُلْ: إنِّي امرؤٌ صائِمٌ

Maka apabila suatu hari seorang dari kalian sedang melaksanakan puasa atau sedang berpuasa maka janganlah dia berkata rofas berkata keji dan bertengkar sambil berteriak, jika ada orang lain yang menghinanya atau mengajaknya untuk berkelahi maka hendaklah dia mengatakan aku sedang berpuasa. (Hadits Riwayat Bukhari).

Kemudian berikutnya diantara adab-adab orang yang berpuasa yaitu:
Jika ada yang mengundang kita dan kita dalam keadaan berpuasa maka hendaklahlah ia mengatakan saya lagi berpuasa baik itu keadaan berpuasa wajib atau puasa sunnah, kemudian setelah itu mendoakan kebaikan kepada yang mengajak makan dan jika merasa tidak enakan pada yang mengajak maka boleh baginya untuk berbuka dan ini jika ia lagi berpuasa sunnah, adapun jika ia berpuasa wajib maka haram baginya untuk berbuka. Sebagaimana hadis Abu Hurairah radhiallahu Anhu Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda:

إِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ إِلَى طَعَامٍ وَهُوَ صَائِمٌ فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ

"Apabila salah seorang dari kalian diundang makan padahal ia sedang berpuasa maka hendaklah ia mengatakan sesungguhnya aku sedang berpuasa". (Hadits Riwayat Muslim).

Sebagaimana hadits Anas radhiallahu 'anhu beliau pernah menceritakan:

دَخَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى أُمِّ سُلَيْمٍ فَأَتَتْهُ بِتَمْرٍ وَسَمْنٍ وَكَانَ صَائِمًا فَقَالَ أَعِيدُوا تَمْرَكُمْ فِي وِعَائِهِ وَسَمْنَكُمْ فِي سِقَائِهِ ثُمَّ قَامَ إِلَى نَاحِيَةِ الْبَيْتِ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ وَصَلَّيْنَا مَعَهُ ثُمَّ دَعَا لِأُمِّ سُلَيْمٍ وَلِأَهْلِهَا بِخَيْرٍ

"Rasulullah masuk ke dalam rumah Ummu Sulaim, maka Ummu Sulaim pun menghidangkan kurma dan keju kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, sedangkan beliau sedang berpuasa. Kemudian dia berkata masukkanlah kembali kurma dan keju kalian ke tempatnya, kemudian beliau berdiri di salah satu sudut rumah dan shalat dua rakaat dan kami juga shalat bersama beliau kemudian beliau berdoa untuk kebaikan Ummu sulaim dan keluarganya." (Hadits riwayat Ahmad).

Berkata Syaikh Binbaz rahimahullah :
الضَّيفُ إذا كان صائمًا فهو مُخَيَّرٌ إن شاء أفطَرَ وإن شاء صامَ، وقد صام هنا صلَّى اللهُ عليه وسلَّم، وإن كان صائمًا فليُصَلِّ، وفي لفظٍ: فليَدْعُ

Seseorang yang lagi bertamu jika dia dalam keadaan berpuasa maka diberikan pilihan kepadanya jika dia ingin berbuka maka silakan berbuka, ini pada puasa sunnah, dan jika ia ingin lanjut berpuasa maka berpuasalah, dan disini Nabi sallallahu alaihi wasallam memilih untuk melanjutkan puasanya atau memilih untuk berpuasa dan tidak memilih untuk berbuka, dan hendaklah juga dia untuk mendoakan orang yang mengajaknya makan.

Wallahu ta'ala a'lam. Semoga bermanfaat.

وصلى الله على نبينا محمد وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين

Post a Comment for "Sunnah-Sunnah Puasa 3,4 & 5 (Meninggalkan Apa-Apa Yang Diharamkan) (Materi #19)"